Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Kentir, Setiap Hari Berenang di Sungai Ciliwung Cari Sampah dan Rongsokan

Kompas.com - 14/03/2021, 09:13 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

Pak Kentir mengaku tak mampu bila harus mengais rejeki di jalan karena kemampuan penglihatannya yang sudah terbatas. Selain itu, risiko untuk tekena beling dan paku bila mengumpulkan barang bekas dan sampah di kampung-kampung lebih besar dibandingkan di sungai.

"Namanya di kali, Mas. Nyarinya di lumpur. Terus kadang-kadang kena beling, seng, kena paku," ujar Pak Kentir.

Kerja keras dan hidup sebatang kara di ibu kota

Sembari duduk di samping gerobaknya yang terparkir di pinggir Jalan Manggarai Selatan, Pak Kentir bercerita bahwa dirinya telah merantau ke Jakarta sejak 1967. Awalnya, ia tinggal di desa Gudo, Jombang, Jawa Timur.

"Waktu itu ke sini (Jakarta) tahun 1967 abis G 30 S, takut sendiri. Masalahnya saya waktu itu kan (aktif) kesenian, itu dibilangnya PKI. Dulu ikut sempet ikut kesenian ludruk, di Jombang kan khasnya Ludruk," kata Pak Kentir.

Tahun 1987 pun menjadi tahun yang monumental bagi Pak Kentir. Istrinya meninggal dunia. Sementara itu, anak bontotnya masih bayi.

Baca juga: Kisah Pemulung Tua Tidur di Trotoar Bandung demi Menahan Lapar...

"Saya waktu itu saya lagi stres, mikirin anak, bini ga ada. Gini (cari sampah di sungai) ngikut temen," kata Pak Kentir.

Awalnya ia mencari barang-barang rongsok di Jakarta sejak tahun 1987. Pak Kentir diajak teman-temannya untuk mencari barang-barang rongsokan dan sampah. Pekerjaan yang jauh dari idaman para remaja ibu kota itu Pak Kentir jalani dengan penuh semangat.

"Yang penting saya ga melanggar hukum. Apalagi waktu itu anak-anak masih kecil-kecil semua. Yang satu kelas dua SD, satu TK, satu masih orok. Coba?," ujar Pak Kentir.

 

Suparno (69) atau dikenal dengan sebutan Pak Kentir di samping gerobaknya di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat (12/3/2021) sore. Pak Kentir hidup sebatang kara di ibu kota dan tinggal di bawah kolong jembatan kereta Manggarai-Cikarang.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Suparno (69) atau dikenal dengan sebutan Pak Kentir di samping gerobaknya di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat (12/3/2021) sore. Pak Kentir hidup sebatang kara di ibu kota dan tinggal di bawah kolong jembatan kereta Manggarai-Cikarang.

Periode tahun 1987-2004 adalah tahun-tahun kerja keras bagi Pak Kentir. Setiap subuh ia sudah keluar dari peraduannya untuk mencari barang-barang rongsok.

"Tahun 1987-2004 nyarinya mati-matian. Berangkat subuh, pulang dini hari. Abis itu timbang, abis makan, tidur. Ga dapat duit pulang," tambah Pak Kentir.

Penghasilan Pak Kentir tak tentu setiap harinya. Paling banyak Pak Kentir mendapatkan Rp 70.000. Setiap hari, uang sebesar Rp 20.000 harus ia sisihkan untuk membayar ongkos bajaj dari Manggarai Selatan ke Cawang.

Di usia senjanya, Pak Kentir akan terus semangat mencari nafkah. Sebagai seorang bapak, ia akan berusaha mandiri. Meskipun anak-anaknya sudah berkarir sukses. Pak Kentir mengaku dua anaknya bekerja sebagai pegawai negeri dan satu lagi bekerja di dealer kendaraan.

Baca juga: Wapres: Rencana Pembangunan Rusun Eks Pemulung dan Tunawisma Sejalan dengan Program Perumahan MBR

Bekerja bagi Pak Kentir lebih baik daripada diam diri di rumah. Pernah suatu saat ia berhenti bekerja, tetapi badannya malah sakit.

"Namanya orangtua pikirannya harus rangkep. Rangkep itu cabang dua. Yang satu anak sendiri, yang satu bukan. Otomatis kan kalau ikut, bisa gesek sama lakinya. Daripada gitu pisah sendiri. Saya masih kuat. Saya berhenti kalau kaki saya sudah tiga. Jalan sudah ga kuat dan pakai tongkat," kata Pak Kentir sambil menghisap rokok kretek kesukaannya.

Kentir dalam bahasa Jawa berarti kondisi pikiran agak tak waras. Sebutan kentir dari warga untuk Pak Suparno rasanya cukup untuk menggambarkan perjuangan hidupnya di ibu kota. Gilanya ibu kota harus dihadapi kaum marjinal seperti Suparno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Megapolitan
Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Megapolitan
Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Megapolitan
Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Megapolitan
Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Megapolitan
Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com