TANGERANG, KOMPAS.com - Berbagai kesulitan harus dihadapi Asep beserta keluarga lantaran akses kediaman mereka di Tajur, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, tertutup total oleh dua dinding beton.
Asep serta tujuh anggota keluarga lainnya menetap di gedung fitness center (pusat kebugaran) sejak gedung itu dibeli oleh keluarganya pada tahun 2016 melalui pelelangan.
Selain menetap di sana, keluarga Asep juga melanjutkan pengelolaan fitness center sejak 2016 hingga saat ini.
Dari delapan anggota keluarga itu, ada empat anak kecil yang masing-masing berumur 2 tahun, 5 tahun, 6 tahun, dan 7 tahun.
Baca juga: Akses Rumah Warga di Ciledug Ditutup Dinding, Camat Ciledug: Tanah Itu Milik Pemkot Tangerang
Pada Oktober 2019, salah satu anak dari mantan pemilik gedung itu membangun dua dinding sepanjang jalan gang rumah Asep dengan jarak antardinding sekitar 2,5 meter.
Saat itu, si anak mantan pemilik gedung memberikan akses bagi keluarga Asep, yakni jalan keluar atau masuk selebar 2,5 meter.
Lalu, pada tanggal 21 Februari, si anak mantan pemilik gedung itu menutup total akses satu-satunya yang dimiliki keluarga Asep.
Asep menyebutkan, aktivitas empat anak yang ada di gedung tersebut sangat terhambat karena ditutupnya akses satu-satunya itu.
Alasannya, kedua dinding itu terlalu tinggi untuk anak-anak. Untuk mengatasinya, Asep serta keluarga meletakkan tangga serta kursi agar dinding itu dapat dilewati.
"Buat anak-anak naik tangga kan susah. Rawan jatuh juga mereka kalau naik tangga, jadinya ya mereka main antar-anggota keluarga aja. Enggak main sama anak-anak tetangga," papar Asep ketika ditemui, Minggu (14/3/2021) sore.
Baca juga: Begini Awal Cerita Akses Rumah Warga di Ciledug Ditutup Dinding Sepanjang 300 Meter
Asep bercerita, sebelum dinding tersebut ditutup total, keempat anak itu kerap kali bermain bersama anak-anak tetangga sekitar.
Asep khawatir bila anak-anak itu terluka karena keberadaan kawat berduri yang membentang sepanjang dua dinding itu.
Bahkan, Asep mengaku pernah terluka karena kawat berduri tersebut.
"Anak kecil ya kayak dipenjara aja. Harus manjat, susah. Biasa ke supermarket mereka, sekarang susah. Temannya ya sekarang dari keluarga aja," urainya.
Padahal, kata Asep, di antara keempat anak itu ada yang harus mengambil kelas tambahan dan les mengaji tiap sore hari.
Sementara itu, beberapa di antaranya ada yang sudah mulai sekolah.
"Ada yang sudah sekolah, tapi kan sekolah online. Tiap sore tapi mereka ngaji, mereka juga pernah jatuh waktu naik tangga itu. Kayunya roboh," tutur dia.
Terkait parkir kendaraan pribadi, Asep menumpangkan kendaraan bermotornya di rumah atau gedung tetangganya.
"Kendaraan nitip di tetangga. Alhamdulillah punya tetangga baik," ujarnya.
Asep juga mengaku menemui hambatan lain, yaitu kesulitan berinteraksi dengan orang lain.
Karena adanya dua dinding itu, tukang sampah di permukiman tersebut tak pernah mengambil sampah dari kediaman Asep.
"Ya lewat aja tukang sampah. Enggak pernah masuk, orang enggak bisa. Ini makanya sampah numpuk di dekat pagar gedung," imbuhnya.
Baca juga: Viral, Akses Rumah di Ciledug Ditutup Paksa dengan Tembok, Ini Cerita Sang Pemilik
Selain itu, keluarga Asep juga kesulitan untuk membeli bahan pangan.
Sebab, tukang sayur keliling di lingkungan itu kesulitan untuk mengakses kediaman Asep.
Kendati demikian, kata Asep, si anak mantan pemilik gedung itu memberikan akses jalan keluar untuk Asep.
Akses keluar atau masuk tersebut terletak di bagian belakang gedung yang menembus jalan gang lain.
Namun, Asep atau anggota keluarga harus melewati pemakaman terlebih dahulu jika ingin melewati jalan itu.
"Kami dikasih jalan tuh pemakaman umum. Itu khusus untuk orang doang. Kendaraan seperti motor atau mobil enggak bisa (masuk atau keluar)," papar Asep.
Asep menambahkan, dampak lain pembangunan tembok tersebut adalah penghasilannya jauh berkurang.
Dulu, usaha pusat kebugaran milik keluarganya memiliki sedikitnya 100 anggota tetap. Namun, setelah tembok itu dibangun, jumlah anggota terus berkurang.
"(Jumlah anggota pusat kebugaran) sangat-sangat berkurang. Kalau dulu sampai 100, sekarang paling ada 10," ucap Asep.
"Kami kehilangan banyak member," lanjutnya.
Padahal, kata dia, usaha pusat kebugaran merupakan satu-satunya mata pencarian keluarga mereka.
"Karena ini mata pencarian pertama. Bayar listrik, air, sama biaya keseharian kan dari sini," paparnya.
Meski demikian, Asep mengaku tak menyerah dengan kondisi tersebut. Ia akan meneruskan usaha tersebut bersama keluarganya.
"Enggak pernah mikir nyerah, semangat terus. Badai datang baru kami nyerah, sebelum badai datang, ya enggak nyerah," ungkap dia.
"Jadi ya fitness ini tetap saya sama keluarga terusin," sambung Asep.
Asep berharap agar dinding tersebut bisa segera dibongkar agar aktivitasnya kembali normal.
"Karena sangat merugikan, ya harapannya dinding ini sama pembuatnya bisa segera dihancurkan. Biar kami legalah," harap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.