Karena tinggal di pinggir rel, tidak ada aliran listrik di tempat tinggalnya. Setiap malam keluarganya bergantung kepada cahaya lilin.
Ia hanya berharap orang-orang seperti dirinya diperhatikan oleh pemerintah. Waluyo pun takut dengan Covid-19, tetapi ia hanya bisa berserah diri.
“Lilahitaala aja kalau urusan Covid-19,” ujar Waluyo sambil mengisap rokok dalam-dalam.
Bantuan sosial tak ia dapatkan karena ia ber-KTP Jawa. Uluran tangan hanya hadir di awal-awal pandemi Covid-19.
“Paling (bantuan) dari itu doang, orang-orang dari panti, yayasan. Dulu doang. Dulu sering pokoknya. Seminggu bisa tiga kali tapi sekarang sudah ngga ada,” ujar Waluyo.
Waluyo terbata-bata ketika memikirkan harapannya kepada pemerintah. Pria berambut gondrong tersebut hanya tertawa.
Ia mengaku lebih takut urusan kesehatan keluarganya daripada pendidikan anak. Jika anaknya sakit, Waluyo mengaku kebingungan.
“Ya pengen sih ada jaminan kesehatan ya. Namanya (urusan) kesehatan ya pingin,” kata Waluyo.
Sore itu, harapan Waluyo agar anaknya bisa bersekolah tetap bersinar. Tanpa pendidikan pun, hidup Waluyo akan terus bergerak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.