Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deny Manusia Got, Markesot, dan Hasil yang Tidak Selalu Mengikuti Usaha

Kompas.com - 19/03/2021, 07:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sapron mengatakan kepada temannya bahwa pernyataan terbaik yang pernah diungkapkan oleh Markesot selama puluhan tahun ia bergaul dengannya adalah “Dilarang memahami Markesot”.

“Kalau orang dilarang memahami, kenapa dia omong?” temannya balik bertanya.

“Cak Sot (Markesot) pernah ngobrol sama saya. Kata dia, omongan itu seperti tanaman. Masuknya kata, kalimat, atau susunan makna dari mulut orang ke telinga dan otak atau roso kita itu, bersifat seperti bermacam-macamnya biji tanaman."

“Ah, sok filosofis memang ya dia itu”, sela temannya.

“Kata Cak Sot, orang hidup tidak bisa mengelak dari filsafat, meskipun tidak setiap orang perlu menjadi ahli filsafat. Narik becak saja harus ada landasan filsafatnya, yang tercermin pada pemahamannya kenapa dia narik becak, niatnya apa, manfaatnya apa."

“Memang Cak Sot pernah mengalami narik becak?”

Markesot bukan penarik becak. Ia tokoh rekaan budayawan Emha Ainun Nadjib.

Baca juga: Kisah Denny Si Manusia Got, Menyelam ke Comberan demi Hidupi Anak Istri...

Begitu istimewanya Markesot sampai Cak Nun --sapaan akrab Emha-- menjadikannya tokoh utama sekaligus judul beberapa buku, semisal yang paling kondang: Markesot Bertutur.

Mulut Markesot acap dipinjam Cak Nun buat melancarkan kritik-kritik sosial. Sosoknya kerap misterius, namun di lain momen ia sekaligus cerdas, filosofis, serta sarat perenungan spiritual.

Markesot dalam rekaan Cak Nun memang tak pernah menarik becak. Namun, "Markesot" di Bekasi yang kisahnya menanti Anda baca ini justru penarik becak sungguhan. Ia juga punya kedalaman spiritual yang sepadan.

Nama aslinya Deny Kurniawan. Ia merantau bersama istrinya dari Bogor pada 2010 silam. Tiba di Stasiun Cakung, ia jalan kaki ke Bekasi dan mengais apa pun yang bisa dikerjakan di sana. Lambat-laun, tumbuh kesadaran bahwa ia harus "mencari uang", bukan lagi sekadar "mencari kerja". Ia memutuskan menarik becak.

Pekerjaannya sebagai penarik becak berlangsung biasa-biasa saja hingga pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia tahun lalu dan merampas semuanya, termasuk mata pencaharian satu-satunya Deny itu.

"Hilang. Hilang semua sudah," tutur Deny kala berbincang dengan Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, Senin (15/3/2021).

Anak-anak sekolah, ibu-ibu sepulang pengajian, tak lagi menumpang becaknya karena pandemi.

Manusia got

Pandemi dengan bengis merampas nafkah Deny sebagai penarik becak, namun tetap tak mampu merampok rezekinya. Rezeki, seperti yang diyakini Deny, bersumber dari Tuhan. Tuhan tak mungkin dirampok.

Rezeki yang dinanti itu akhirnya mampir ke mukanya begitu seorang ketua RT di Pondok Cipta, Bekasi Barat, menawarinya pekerjaan menguras got.

Dalam situasi finansial yang terasa menjepit, peluang itu langsung ia sambar. Meski nihil pengalaman, Deny membenamkan diri ke gorong-gorong, berkubang dalam hitamnya air got yang berlumpur, tanpa pikir panjang.

Baca juga: Cerita Risma Masuk Got hingga Tangan Patah dan Dioperasi Selama 5 Jam...

"Ya sudah, nekat. Wah, badan itu... Nyebur saja. Di sini (sela-sela jari tangan) kutu air, berdarah-darah," kenangnya.

Deny melakoni kerjanya dengan total. Gorong-gorong ia jelajahi hingga sumber sumbatan dapat diatasi.

Panggilan menguras got lantas silih-berganti menghampirinya di tengah pandemi yang mencekik banyak orang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Megapolitan
Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Megapolitan
Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Megapolitan
Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Megapolitan
Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com