Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Obituari]: Herman Lantang adalah Petualangan Itu Sendiri

Kompas.com - 22/03/2021, 11:49 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Herman Lantang ke tepi Ranu Regulo Gunung Semeru, Jawa Timur, Jumat (20/9/2019) malam. Di tengah dinginnya udara di kaki gunung tertinggi Pulau Jawa itu, Herman yang kala itu berusia 79 tahun dipapah oleh kerabat-kerabat sesama pencinta alam.

Malam itu, di Ranu Regulo sedang dihelat Malam Renungan Jejak Pendaki Semeru. Para pencinta alam mengenang kepergian kerabat mereka, seperti Rudy Badil, Idhan Lubis, dan Soe Hok Gie (wafat di Semeru).

Malam itu pula, para peserta tampak menikmati kebersamaan, menyantap kambing guling, sembari mendengarkan pembacaan puisi Mandalawangi Pangrango karya Gie.

Baca juga: Pendiri Mapala UI Herman Lantang Meninggal Dunia

“Saya sangat menghargai dan mengapresiasi acara ini (Malam Renungan Jejak Pendaki Semeru). Saya sempatkan hadir meskipun dilarang istri saya,” ungkap Herman mengomentari acara yang dihelat bertepatan dengan 50 tahun kematian Gie.

Herman dan Gie dulu sama-sama menginisiasi pendakian ke Gunung Semeru. Mereka, yang sama-sama terkenal sebagai mahasiswa cum aktivis pada masanya, sama-sama beranggapan bahwa politik kampus itu kotor. Politik (kampus) tahi kucing, kata Herman.

Herman, lain dengan Gie, tak begitu suka tampil di publik atau menulis di koran-koran. Namun, bukan berarti ia apolitis.

"Dalam kegiatan aksi mahasiswa, biasanya aku mengkordinir dan memimpin massa mahasiswa Fakultas Sastra di lapangan, sedangkan Soe Hok Gie bergerak di belakang layar sebagai pemikir dan otak yang mengatur strategi pelaksanaan aksi (dibantu Boellie Londa dan Jopie Lasut). Dia juga berbakat sebagai pengompor massa dengan pidato atau tulisan-tulisannya di koran, yang tegas, jujur, berani, blak-blakan, dan berapi-api," kata Herman Lantang dalam blog pribadinya.

"Biasanya kalau massa sudah terkumpul, maka Soe kupersilahkan angkat bicara, dan di sinilah kharisma Soe akan muncul, ketika dia mulai bicara ataupun beragitasi dengan berani dan meyakinkan membuat orang terpukau kagum mendengarkannya," lanjutnya.

Mereka akhirnya berangkat ke Semeru pada 12 Desember 1969, bersama Aristides Katoppo, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, dan dua anak didik Herman: Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut.

Semua tahu, Gie tutup usia begitu ia, Herman, dan Idhan menjejakkan kaki di Puncak Mahameru. Gie menghirup gas beracun.

“Tahu-tahu dia enggak ngomong, menggelepar,” ujar Herman.

Kematian sahabatnya tak membuat Herman banting setir dari kecintaannya terhadap alam dan petualangan, termasuk pada Semeru.

Herman lantang (tengah) di Gunung Semeru, Jawa Timur, bersama anggota Mapala UI.Dok. Sulistya Pribadi Herman lantang (tengah) di Gunung Semeru, Jawa Timur, bersama anggota Mapala UI.

Bahkan, pada 1984, Herman mengukir sejarah dengan menemukan Arcopodo di Semeru bersama Norman Edwin. Arca kembar yang mulanya dianggap tak lebih dari semata dongeng itu ia temukan di tengah senyapnya hutan Semeru pada ketinggian 3.002 mdpl. Herman dan Norman mematahkan semua kabar burung itu.

Kecintaannya kepada alam dan petualangan disebut lahir sejak ia belia. Herman kecil yang lahir di Tomohon, Sulawesi Utara, kerap diajak ayahnya keluar masuk hutan di Tomohon untuk berburu.

Kegemaran itu terbawa meski orangtuanya pindah tugas ke Jakarta. Ia memilih berkuliah di jurusan antropologi di Fakultas Sastra UI pada 1960, tempatnya beberapa tahun kemudian menjabat ketua senat fakultas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Megapolitan
KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

Megapolitan
Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Megapolitan
Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Megapolitan
Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Megapolitan
Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com