JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menyebut produksi rumahan narkoba jenis tembakau sintetis yang digrebek di Jakarta, Bekasi, dan Bandung, awal Maret 2021, dikendalikan oleh narapidana lapas berinisial V.
Dalam kasus ini, polisi menangkap tersangka HA, EM, M, RZ, NPS, RSW, dan EA.
"Ini jaringan. Salah satu tersangka masih ada di lapas di Jakarta. Dia (V) pengendali dan sebagai koordinator serta mengajarkan membuat tembakau sintetis," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Jakarta, Senin (22/3/2021).
Baca juga: Saksi Sekuriti: Pembongkaran Rumah Kosong di Kebon Jeruk Berjalan Dua Minggu
Menurut Yusri, V dari dalam lapas mengajarkan pembuatan tembakau sintetis kepada tersangka EM melalui aplikasi panggilan video.
"Saudara EM, dia adalah seorang wanita. Perannya cuma untuk membuat saja, berdasarkan tutorial dari salah satu napi yang ada di Jakarta inisial V," kata Yusri.
Adapun EM membuat tembakau sintetis setiap dua kali dalam satu minggu.
Dalam satu kalinya, EM bisa membuat 3 kilogram tembakau sintetis upah Rp 3.000.000.
"EM ini baru bekerja sekitar akhir tahun 2020. Setiap minggu bisa satu atau dua kali. Untuk sekali produksi 3 kilogram. Bayaran Rp 3 juta per sekali produksi," katanya.
Polisi sebelumnya, pengungkapan industri rumahan tembakau sintetis ini bermula dengan penangkapan HA di kawasan Nakula Margahayu Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat, 2 Maret 2021.
Dari penangkapan HA, Polisi melakukan pengembangan terhadap enam tersangka lain di wilayah Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Polisi Buru Dua Orang yang Instruksikan Pembongkaran Rumah Kosong di Kebon Jeruk
Keenam tersangka tersebut berperan sebagai pembuat dan pengedar tembakau sintetis tersebut.
"Ini (penangkapan) berkembang semua. Para tersangka saling berhubungan baik membuat, mengirim, menjual, dan membeli," kata Yusri.
Adapun peredaran tembakau sintetis yang digunakan para tersangka melalui media sosial dengan akun bernama fortune jack, emergency dan legendary momoth.
Dari penangkapan para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa sejumlah tembakau sintetis dari berbagai tempat, botol kimia, dan beberapa ponsel.
"Kita masukan dalam Pasal 114 subsider 113 dan juga subsider 112 Jo 132 KUHP ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ancaman paling rendah 5 tahun paling tinggi hukuman mati," ucap Yusri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.