JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini beredar sebuah video yang menampilkan sekelompok debt collector berusaha merampas kendaraan seseorang di jalan.
Debt collector itu mengaku kendaraan tersebut belum lunas dan harus ditarik kembali.
Peristiwa percobaan perampasan itu diketahui terjadi di Jalan Pangeran Antasari, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/3/2021).
Sebelumnya, kejadian serupa banyak terjadi di jalanan Ibu Kota. Lantas apa yang harus dilakukan jika bertemu dengan kelompok penagih utang ini?
Hal pertama yang harus dilakukan jika bertemu dengan kelompok penagih utang ini dan diminta untuk berhenti di pinggir jalan adalah mencari pos polisi terdekat.
Kapolsek Ketro Kebayoran Baru AKBP Supriyanto menganjurkan masyarakat untuk meminta perlindungan ke pos polisi terdekat apabila diberhentikan debt collector.
"Jangan mau berhenti, atau cari pos polisi terdekat jika dikejar mereka," ujar Supriyanto, Senin.
Menurutnya, debt collector tidak diperbolehkan untuk merampas kendaraan seseorang sebelum ada putusan pengadilan.
"Kalau belum ada (putusan pengadilan), ini sama saja dengan perampasan," kata Supriyanto, dilansir dari TribunJakarta.com.
Baca juga: Video Viral Debt Collector Aniaya Pengendara Motor di Pulogadung, Korban Lapor Polisi
Jika debt collector yang memaksa untuk berhenti sama sekali tidak bisa dihindari, maka masyarakat bisa meminta bukti surat fidusia dari pengadilan sebagai bukti bahwa penyitaan tersebut sudah sesuai prosedur.
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan penagihan tidak bisa dilakukan sembarangan dan asal-asalan.
"Juru tagih tetap boleh, asal mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan," ujar Tulus, Selasa (16/3/2021) lalu.
"Ketika mendatangi konsumen, juru tagihnya membawa surat sita fidusia dari pengadilan tidak? (Motor atau mobil konsumen) boleh diambil tetapi harus seizin pengadilan, tidak boleh sembarangan," kata Tulus.
Baca juga: Viral Video Debt Collector Pukul Pengendara Motor di Jaktim, 4 Orang Ditangkap Polisi
Undang-Undang no. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak memberi kewenangan kepada kreditur untuk melakukan upaya penarikan paksa objek jaminan dari debitur. Penarikan harus dilakukan atas izin pengadilan.
Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 mengatur bahwa kreditur hanya bisa menarik objek jaminan fidusia usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK itu.
Apabila perampasan terhadap objek kredit tetap terjadi, maka masyarakat diminta melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.
"Masyarakat bisa laporkan ke Polres kalau ada (perampasan) seperti itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Januari lalu.
Baca juga: Ditagih Debt Collector, Pastikan Mereka Bawa Surat Ini
Pihak leasing dianggap melanggar hukum jika melakukan perampasan secara sepihak, terlebih menggunakan ancaman-ancaman lewat debt collector.
Yusri mengatakan, pelanggar hukum bisa dikenakan pasal berlapis sesuai dengan aksi yang dilakukan ketika melakukan perampasan.
Beberapa pasal tersebut, di antaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 tentang perampasan dengan ancaman hukuman 9 tahun, atau Pasal 365 tentang pencurian dengan kekerasan dan Pasal 378 tentang penipuan.
(Penulis: Rindi Nuris Velarosdela, Singgih Wiryono, Muhammad Fathan Radityasani | Editor: Nursita Sari, Azwar Ferdian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.