Pesona filateli tak berhenti sampai di situ, sebab terbentuknya Postzegelverzamelaars Club Batavia menginspirasi kelompok-kelompok filatelis lokal di beberapa daerah lain.
Kelompok-kelompok ini belakangan berhimpun dalam gerakan yang terorganisasi secara nasional: Nederlandsch Indische Vereniging van Postzegel Verzamelaars, pada 15 Agustus 1940.
Perkumpulan itu tetap eksis dan namanya diubah menjadi Algemene Vereniging Voor Philatelisten In Indonesia.
Tahun 1953, organisasi itu menjadi Perkumpulan Umum Philateli Indonesia, yang 12 tahun kemudian berganti nama menjadi Perkumpulan Philatelis Indonesia (PPI).
Organisasi ini bukan sekadar wadah berhimpunnya para komunitas penghobi prangko dan kerabatnya.
Tahun 1969, Indonesia menjadi anggota federasi filateli dunia, Federation International de Philatelie (FIP), yang berkedudukan di Swiss.
Baca juga: Museum Pos Indonesia di Bandung, Ada Prangko Pertama di Dunia
Lima tahun berselang, Indonesia dan sejumlah anggota FIP di Asia membentuk federasi filateli regional bernama Federation of Inter-Asian Philately (FIAP). Kedudukannya ada di Singapura dan melingkupi organisasi filateli wilayah Asia-Pasifik.
Tahun 1985, nama Perkumpulan Philatelis Indonesia disesuaikan jadi Perkumpulan Filatelis Indonesia, PFI yang sekarang kita kenal.
Peran prangko berkembang seiring zaman. Ia tak hanya berfungsi sebagai alat bayar pos.
Prangko bahkan bisa bermetamorfosis sebagai alat yang dapat membuktikan kedaulatan sebuah bangsa.
Kompas menyebutkan, prangko pertama pemerintah RI, misalnya, diterbitkan bergambar banteng dan bendera merah-putih pada 1 Desember 1946.
Prangko ini dapat diartikan sebagai simbol kebebasan, sekaligus unjuk gigi kedaulatan pemerintah RI yang ketika itu terancam kembali diserobot Belanda.
“Yang paling penting itu (prangko) sebagai alat diplomasi. Indonesia dulu dilihat dari perangko, ‘Oh, jadi sudah merdeka.’ Jadi, prangko yang kecil ini sebagai alat pemersatu bangsa,” ucap Gita.
Berikutnya, Indonesia pernah menerbitkan prangko Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang diterbitkan bersamaan dengan KAA di Bandung, Jawa Barat, pada April 1955.
Indonesia, sebagai tuan rumah konferensi, menyampaikan pesan perlawanan terhadap imperialisme lewat prangko.
Baca juga: Kisah Penggunaan Penny Black, Prangko Pertama di Dunia