Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prangko, Alat Bayar Pos yang Bermetamorfosis Jadi Benda Bernilai Investasi

Kompas.com - 29/03/2021, 05:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

Prangko pun pernah dipakai jadi alat komunikasi, atau boleh jadi, propaganda pemerintah kepada rakyat.

Setelah Dekrit Presiden 1959 diteken Presiden Soekarno, prangko bertuliskan “Kembali ke UUD 1945” terbit menyusul dalam ragam pecahan: dari 20, 50, 75 sen, sampai Rp 7,5.

Rezim Orde Baru pun pernah menerbitkan prangko Pelita pada 1969 untuk menyampaikan rencana pembangunan lima tahun Repelita I.

Ada pula prangko bergambar deretan rumah bertuliskan “Pemerataan Kebutuhan Perumahan” yang diterbitkan 1979, saat pemerintah menjalankan program pemenuhan perumahan rakyat.

“Pada era Bung Karno (Presiden Soekarno) dan Pak Harto (Presiden Soeharto), banyak hasil kerja, program pembangunan, dan gagasan dituangkan dalam prangko. Ini yang sekarang makin langka,” kata Fadli Zon, Ketua Umum PFI, dikutip Kompas dalam diskusi virtual serius tapi santai bertema "Rekam Jejak Langkah Presiden dan Wapres RI dalam Prangko" pada 12 Agustus 2020.

Baca juga: Perjalanan Panjang Prangko Kita

Namun, kebiasaan ini hilang di Era Reformasi. Fadli beranggapan, capaian-capaian pemerintahan Era Reformasi semestinya bisa “direkam” dalam prangko.

Kemampuan prangko merekam situasi zaman ketika diterbitkan akhirnya menjadi salah satu sebab prangko bertahan saat ini.

Bukan sekadar bertahan, tetapi juga digandrungi dan bernilai tinggi. Prangko bermetamorfosis menjadi alat investasi.

“Di filateli itu ada kelas yang dipertandingkan. Kalau saya kebetulan kelasnya tematik karena saya mengumpulkan tema pramuka. Jadi, saya menceritakan pramuka lewat prangko,” ungkap Gita.

Gita menambahkan, ganjaran bagi pemenang “pertandingan” ini pun cukup tinggi.

“Kalau orang yang mengerti, ini kan barang hobi ya, dan enggak ada undang-undangnya bahwa ini barang mahal. Sebetulnya, kalau yang ngerti menyimpan barang, ini luar biasa,” kata Gita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com