Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Lagi Sepak Terjang JAD Dalangi Bom Thamrin dari Balik Penjara

Kompas.com - 30/03/2021, 06:25 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Lapas Kembang Kuning, Nusakambangan, Cilacap, 2015.

Saat itu, Aman Abdurrahman alias Oman Rachman masih menjalani hukuman sembilan tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya sejak 2009 silam.

Ia divonis bersalah atas keterlibatannya dalam pelatihan teror di Aceh.

Bukan hanya Aman narapidana di Lapas Kembang Kuning yang punya rekam jejak kasus terorisme kala itu. Ada pula Iwan Darmawan Muntho alias Rois di sana.

Rois terpidana mati. Ia terlibat pengeboman Kedutaan Besar Australia pada September 2004 yang merenggut nyawa sembilan orang dan menyebabkan sedikitnya 150 orang luka.

Baca juga: 4 Terduga Teroris Ditangkap di Bekasi dan Condet, Berperan Penyedia Dana hingga Pembuat Bom

Aman dan Rois memang memiliki pertautan ideologis. Keduanya sama-sama bersimpati terhadap Negara Islam Irak Suriah (ISIS).

Aman dikenal sebagai seorang ideolog, penebar doktrin, yang pemikiran-pemikirannya kerap dirujuk oleh gerakan-gerakan teror.

Ia bahkan dijuluki “Singa Tauhid” ISIS Indonesia, bahkan disebut-sebut sebagai orang paling ditakuti se-Asia Tenggara.

Aman, dengan berbagai predikat yang disematkan kepadanya, begitu berpengaruh dalam jaringan teror kawasan ini.

Terdakwa kasus teror bom Thamrin Aman Abdurrahman menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018). Ia dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab saat aksi teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, awal 2016.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus teror bom Thamrin Aman Abdurrahman menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018). Ia dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab saat aksi teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, awal 2016.
Dari balik jeruji Nusakambangan, Aman bahkan mendirikan kelompok teror Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

JAD diduga terafiliasi dengan ISIS, terlacak dari aliran dana yang mengalir ke elite-elite JAD.

Sementara itu, nama Rois lebih mentereng sebagai penyusun siasat di balik aksi-aksi teror.

Aksi Rois meledakkan Kedubes Australia pada 2004 silam dibekingi Jemaah Islamiyah asal Malaysia besutan Noordin M Top dan Azahari.

Suatu hari pada November 2015, amir/pimpinan JAD Wilayah Ambon sekaligus Ketua Laskar Ashkary, Saiful Munthohir alias Abu Gar, datang membesuk Aman di lapas.

Munthohir bermaksud menyampaikan hasil rapat pertemuan Dauroh di Malang, Jawa Timur.

Baca juga: Fakta Suami Istri Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar, Menikah 6 Bulan Lalu hingga Bagian dari JAD

Di lapas, Munthohir melihat Aman dan Rois sedang dibesuk pula oleh sejumlah jemaah lain.

Munthohir pun bergabung dalam lingkaran pembesuk itu. Kedatangan Munthohir dikenali oleh Aman yang langsung memintanya mendekat dengan isyarat tangan.

“Ada perintah dari umaroh (pimpinan khilafah) Suriah untuk melaksanakan amaliah jihad seperti yang terjadi di Paris,” bisik Aman ke telinga Munthohir di sana.

Insiden Paris yang diungkit Aman merujuk pada serangkaian aksi teror sistematik —pengeboman, penembakan, penyanderaan— di Ibu Kota Perancis itu pada 13 November 2015, yang dilakukan tujuh ekstremis dengan sabuk peledak.

Sedikitnya 129 orang tewas pada insiden itu.

"Teknis pelaksanaannya nanti akan disampaikan oleh Rois," lanjut Aman.

Hanya itu saja, selebihnya Munthohir kembali ke lingkaran pembesuk.

Baca juga: Kapolda Metro: Bahan Peledak yang Ditemukan di Condet dan Bekasi Setara 70 Bom Pipa

Tak lama, giliran Rois memanggilnya dengan isyarat sejenis, lalu membisikkan kepadanya hal yang hampir sama dengan yang disebutkan Aman.

Rois juga membeberkan sedikit detail, bahwa sasaran dari “amaliyah” jihad itu ialah orang-orang "bule", wabilkhusus orang-orang Perancis atau Rusia.

Dikatakan pula oleh Rois bahwa ia telah menyiapkan Rp 200 juta untuk aksi ini.

Pengantin —sebutan kelompok teror bagi pelaku bom bunuh diri— sudah siap. Munthohir pun diminta mengatur dan mencari tambahan personel sebagai koordinator lapangan.

Selesai menjenguk dari Nusakambangan, Munthohir bergerak ke Ibu Kota.

Munthohir menuju kediaman seorang sopir angkot, Muhammad Ali alias Rizal alias Abu Isa di Meruya, Jakarta Barat.

Kepada Ali, Munthohir meneruskan pesan Rois tentang rencana aksi amaliyah itu, termasuk bahwa ia dititipi pesan untuk mencari koordinator lapangan.

Tergerak, Ali yang notabene pernah jadi narapidana perampokan Bank CIMB Niaga Medan pada 2010 untuk mendanai terorisme, menawarkan diri untuk mengisi posisi yang dicari Rois dan Munthohir.

Misi Munthohir belum beres di sana. Setelahnya, ia rutin berkorespondensi dengan Rois yang mendekam di lapas melalui aplikasi Telegram.

Baca juga: Fakta Penangkapan Terduga Teroris di Bekasi dan Condet, Sita 5 Bom Aktif dan Terkait dengan Bom di Makassar

Ya, perencanaan aksi teror ini digodok dari dalam lapas, seperti diakui sendiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan.

"Ada cerita Bahrun Naim ada kontak dengan Aman (Abdurrahman) di Nusakambangan. Akan kami selidiki," ujar Luhut dilansir Antara, 27 Januari 2016.

Bahrun Naim bukan nama asing bagi Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

Densus 88 pernah membekuknya di Solo, Jawa Tengah, pada November 2010 karena kepemilikan senjata api dan bahan peledak.

Namun, dalam proses penyidikan, polisi tidak menemukan adanya keterkaitan Naim dengan terorisme.

Naim divonis 2,5 tahun penjara karena kepemilikan senjata api dan bahan peledak oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Pada Juni 2012, ia bebas.

Naim diduga telah melakukan baiat —sumpah setia— dengan ISIS pada 2014. Di tahun yang sama, ia menuju Suriah.

Baca juga: Gerebek di Condet dan Bekasi, Tim Densus Temukan 5 Toples Bahan untuk Buat Bom

Keterlibatan Naim dalam sederet rencana aksi teror di Tanah Air terlacak pada Agustus 2015.

Ini selaras dengan ISIS, yang melalui pemimpinnya Abu Bakar Al Baghdadi, memang dikenal mencuci otak pengikutnya dengan doktrin “Berhijrah ke Bumi Syam (Irak-Suriah) bila sanggup, tetapi jika tidak sanggup berjihadlah kalian di negeri masing-masing”.

Tak hanya beraksi dengan mengelola jaringan, Naim pun diduga mengelola aneka situs web untuk menyebarkan ide-ide teror, mulai dari cara otodidak membuat remot bom dengan media bel pintu, menciptakan granat, bom dan senjata rakitan, sampai mendedahkan konsep perang gerilya di kota dengan sasaran aparat keamanan dan ekspatriat.

Kontak Bahrun Naim dengan Aman Abdurrahman untuk merencanakan aksi teror di Jakarta terjadi saat Naim diduga berada di Suriah kala itu dan Aman di balik sel lapas Kembang Kuning Nusakambangan.

Persiapan kian matang

Melalui Telegram, Munthohir kerap memberi kabar kepada Rois bahwa dirinya mengikuti sejumlah pelatihan-pelatihan militer.

Sebaliknya, Rois juga sempat meminta Munthohir menjemput senjata api.

Rois pun acapkali mengisikan Munthohir saldo ATM.

Sebagian di antaranya untuk dibelikan beberapa pucuk senjata api oleh Munthohir. Sebagian lagi oleh Munthohir diteruskan kepada Muhammad Ali si sopir angkot di Meruya.

“Ya sudah, bismillah saja,” jawab Rois begitu Munthohir memberi tahunya bahwa Ali sudah menawarkan diri sebagai koordinator lapangan aksi teror di Jakarta.

Baca juga: 5 Tahun Berlalu, Korban Bom Thamrin Iptu Denny Mahieu Sudah Maafkan Pelaku

Akhir Desember 2015, Munthohir dan Ali sepakat bersua di Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, untuk menyerahkan uang operasional amaliyah.

Di sana, Ali melaporkan sudah ada para pelaksana amaliyah yang diperintahkan oleh Aman dan Rois.

Lokasi amaliyah pun rupanya telah diputuskan oleh Aman dan Rois, yaitu sekitar Jalan Sabang, Jakarta Pusat, karena banyak ekspatriat di sana.

Senjata api dan bom yang bakal dipakai merupakan hasil rakitan anggota yang ahli dari Cirebon, Jawa Barat.

Selain Muhammad Ali, tiga orang lain pelaksana amaliyah adalah Ahmad Muhazin, Afif alias Sunakim, serta Dian Juni Kurniadi.

Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin, Sempat Terpuruk tetapi Bangkit Setelah Memaafkan Pelaku

Ahmad Muhazin satu-satunya teroris yang tak punya catatan hukum maupun keterlibatan dalam jaringan teror sebelumnya.

Sementara itu, Dian diketahui sempat menghilang dari daerah asalnya, Kalimantan Tengah, usai terlibat dugaan penipuan.

Di Sampit, Dian pernah bekerja sebagai montir di perusahaan pakan ternak. Keahlian dan pengalamannya ini membuatnya menguasai perakitan mesin dan listrik.

Afif lebih mentereng lagi sebagai residivis. Ia pernah terlibat perampokan CIMB Niaga Medan pada 2010, kasus yang juga menjerat Muhammad Ali, yang dananya mengalir untuk jaringan teror.

Afif juga pernah divonis tujuh tahun penjara imbas mengikuti latihan perang di Aceh.

Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin: Berjuang Setelah Kehilangan Pekerjaan dan Masih Trauma

Ketiganya memutuskan menyewa sepetak kamar rumah kos di Kampung Sanggarahan, Meruya Utara, Jakarta Barat, dua minggu sebelum aksi teror di Sarinah.

Mereka tinggal di kamar seluas 3x5 meter dengan tarif Rp 300.000.

Bom dan pistol meletus

Foto ini dirilis oleh agensi berita China Xinhua, seorang pria tak dikenal dengan senjata, terduga pelaku, terlihat setelah ledakan menghantam kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016. Serangkaian ledakan menewaskan sejumlah orang, terjadi baku tembak antara polisi dan beberapa orang yang diduga pelaku.AP / VERI SANOVRI Foto ini dirilis oleh agensi berita China Xinhua, seorang pria tak dikenal dengan senjata, terduga pelaku, terlihat setelah ledakan menghantam kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016. Serangkaian ledakan menewaskan sejumlah orang, terjadi baku tembak antara polisi dan beberapa orang yang diduga pelaku.
Aksi teror pertama pecah di kedai Starbucks sekira pukul 10.36 WIB. Adalah Ahmad Muhazin, eksekutor yang jadi pengantin pertama.

Teroris kelahiran Indramayu itu sempat memegang tangan seorang petugas satpam, Aldi, sebelum meledakkan diri.

Entah alasan Ahmad, sebab teror yang ia lancarkan —sesuai instruksi Aman dan Rois—semestinya menyasar ekspatriat.

Naluri Aldi untuk kabur saat dipegang oleh Ahmad, terbukti tepat. Ia “hanya” menderita luka-luka setelah terpental belasan meter, sedangkan tubuh Ahmad hancur oleh bom.

Hanya selang sebentar sejak dentuman bom di Starbucks, ledakan lain terdengar dekat Pos Polisi Sarinah.

Penyebabnya ialah bom tabung yang dilempar seorang pengendara motor yang menjadi pengantin kedua siang itu, Dian Juni Kurniadi.

Satu polisi, Aiptu Denny Maheu luka berat; seorang pengendara yang ditilang, Rico Hermawan, tewas; pengendara lain yang juga sedang ditilang, Anggun, selamat; Sugito, seorang kurir yang sedang melintasi pos polisi, tewas.

Baca juga: Vonis Mati untuk Aman Abdurrahman

Pukul 10.48, ketika polisi menutup Jalan MH Thamrin dan massa mulai berkerumun usai ledakan, teror belum reda.

Masih di dekat Starbucks, Muhammad Ali sebagai koordinator lapangan ikut melancarkan serangan.

Selain dia, tersisa Afif alias Sunakim, teroris yang sosoknya terpotret dengan jelas oleh wartawan.

Ia mengenakan oblong hitam dengan tulisan kuning-biru, bertopi, serta mengenakan celana jeans saat beraksi, dengan pistol rakitan di tangan.

Kedua residivis perampokan CIMB Niaga Medan itu dengan tenang berjalan ke tengah jalan.

Ransel berisi bom rakitan bercokol di punggung mereka.

Afif kemudian menembak ke arah polisi dari jarak relatif dekat.

Peluru justru bersarang di kepala warga sipil, Rais Karna, yang belakangan meninggal usai mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Baca juga: Vonis Mati yang Disambut Aman Abdurrahman dengan Sujud Syukur...

Sementara itu, Ali merangsek masuk ke Starbucks dan meletuskan becengnya beberapa kali hingga membunuh seorang warga negara asing, Amer Quali Tahar, dan melukai warga negara asing lain, Yohanes Antonius Maria.

Ali juga melempar granat rakitan ke arah polisi.

Ali dan Afif kemudian tewas setelah bom di tas mereka meledak.

Para pemasok peledak

Penggeledahan polisi di kediaman para pengantin itu tak berhasil menemukan jejak perakitan peledak.

Terang saja, sebab peledak-peledak itu dipasok orang lain: Ali Makhmudin dan Dodi Suridi. Ada pula nama Ali Hamka di sana.

Pada bulan yang sama dengan pengeboman di Sarinah, seorang warga Brebes, Jawa Tengah, bernama Toro bin Wasjud dicokok polisi di Pasar Larangan, Brebes.

Ia dituduh terlibat dalam pencurian sembilan senjata api di Lapas Klas 1 Tangerang dan menjualnya ke kelompok teroris Sarinah. Namun, kelanjutan kasus Toro tak ditemui dalam arsip berita mana pun.

Dalam rangkaian persidangan, Dodi Suridi dan Ali Hamka lebih dulu dijatuhi vonis.

Ali Hamka mendapat vonis paling ringan, empat tahun penjara. Ia terbukti berusaha menyiapkan amunisi dan senjata untuk hari penyerangan, meskipun usaha itu gagal.

Baca juga: Divonis Hukuman Mati, Aman Abdurrahman Bersujud di Ruang Sidang

Sementara itu, Dodi diganjar 10 tahun penjara karena keterlibatannya memasok peledak.

Beres persidangan pada 20 Oktober 2016, Dodi mengulum senyum ke arah wartawan saat melangkah keluar. Dodi mengomentari vonisnya: risiko jadi teroris.

Belakangan, dalam persidangan Aman Abdurrahman pada 2018 lalu, Dodi yang dihadirkan sebagai saksi mengakui bahwa ia mendapat perintah untuk menggerinda tabung gas untuk bom Thamrin. Tabung gas itu dipakai sebagai casing bom.

Dodi juga mengaku kenal dengan Dian, teroris kedua yang yang tewas setelah meledakkan bom tabung di Pos Polisi Sarinah.

"Saya ingin hijrah karena dihalangi sama pemerintah Indonesia enggak boleh ke Suriah. Ya akhirnya Dian ngajak saya buat bom, dan saya mau, daripada enggak bisa hijrah," ungkap Dodi yang juga pendukung ISIS itu, dalam sidang tanggal 9 Maret 2018.

Baca juga: Saat Aman Abdurrahman Persilakan Hakim Vonis Mati Dirinya

Pada 25 Oktober 2016, giliran Ali Makhmudin divonis delapan tahun bui oleh pengadilan. Sebelumnya, Makhmudin diketahui berbaiat kepada Daulah Islamiyah Indoneisa dan ISIS.

Makhmudin adalah perakit bom yang meledak di Thamrin. Ia merakitnya usai dihubungi oleh Dian pada Desember 2015. Bahan-bahan bom itu dibelinya di Tegal, Jawa Tengah, sebelum ia rakit selama sepekan.

Setelahnya, bom itu diambil oleh Dodi atas perintah Dian. Oleh Dodi, bom hasil rakitan Makhmudin “dibungkus” menggunakan bekas tabung gas yang sudah digerinda Dodi sendiri.

Bagaimana dengan Aman Abdurrahman?

Ia sudah dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 22 Juni 2018. Vonis itu disambutnya dengan sujud syukur dan ia menolak banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com