Sampai akhirnya anak-anak Jusak memiliki koleksi prangko tematiknya masing-masing, yakni gambar pesawat, burung, bunga, dan ikan.
"Yang ketiga itu bunga, karena perempuan. Makanya saya cari prangko yang bunga dari berbagai negara," kata Jusak.
Aktivitas membeli prangko untuk keluarga yang selalu dilakukan Jusak saat berdinas membuat rekan-rekanmya begitu hafal gerak-gerik dia ketika berlabuh.
"Seluruh teman-teman itu sampai hafal, pasti yang dicari kantor pos," kata Jusak sambil tertawa.
Menurut Jusak, cukup mudah mendapatkan prangko bergambar tematik untuk anak-anaknya.
Baca juga: Prangko Termahal di Indonesia Seharga Rp 5 Miliar, di Dunia Ada yang Harganya Rp 150 Miliar
Sebab, prangko bergambar pesawat, burung, bunga, ataupun ikan hampir diproduksi seluruh negara.
"Prangko tematik ini hampir 70 negara ada," jelas Jusak.
Sampai akhirnya, keempat anak Jusak mulai mencari dan mengumpulkan prangkonya sendiri dengan uang saku mereka, tidak lagi hanya bergantung pada kiriman sang ayah.
Jusak hanya membimbing anak-anaknya cara mencari, mengoleksi, dan merawat prangko serta benda-benda pos lain agar tetap terjaga.
Cara Jusak memperkenalkan prangko kepada anak-anaknya ternyata memiliki kesamaan dengan awal mula dia menyukai prangko.
Jauh sebelum menikah, Jusak kecil sudah gemar mengoleksi prangko yang didapatkan dari surat-surat kiriman ayahnya ketika bertugas ke luar pulau.
Terkadang, Jusak juga mendapatkan prangko dari surat-surat yang tertumpuk di tong sampah di dekat rumahnya kala itu.
Baca juga: Mengenal Prangko Pertama di Indonesia, Harganya Capai Rp 1,6 Miliar
"Waktu itu masih SD, ketika saya masih tinggal di asrama Semarang. Jadi saya sama teman saling bertukar. Kadang cari-cari dari surat bekas," kata Jusak.
Koleksi prangko Jusak pun semakin beragam dan mendorong dia untuk mengumpulkan lebih banyak lagi benda-benda pos.
Tanpa disadari, hobi mengumpulkan prangko hingga kartu pos itu bertahan sampai dia bekerja, sampai akhirnya dia menikah lalu menularkan hobi itu kepada anggota keluarganya.