JAKARTA, KOMPAS.com - Penantian Ade Rahmat (47), warga terdampak tanah longsor di Jalan Haji Said RT 06 RW 02 tepatnya di pinggir Sungai Ciliwung, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, untuk mendapat penanganan longsor akhirnya mulai mendapatkan titik terang.
Pada Senin (5/4/2021), tanah longsor di depan rumah mertuanya akhirnya ditangani dengan pembuatan bronjong berisi karung pasir.
Longsor pertama di depan rumah mertua Rahmat awalnya terjadi sekitar bulan Februari tahun 2020.
Baca juga: Warga Keluhkan Lambatnya Penanganan Longsor di Srengseng Sawah, Jagakarsa
Setelah itu, Ade sudah melaporkan peristiwa tersebut melalui aplikasi Jaki, tetapi tak berbuah manis.
Hingga tahun 2021, total sudah lima kali longsor yang terjadi di depan rumah mertuanya. Longsor terbaru terjadi pada 25 Februari 2021.
Ia menilai penanganan tanah longsor sejak tahun lalu sangat lambat dan terkesan hanya janji belaka.
“Seolah-olah ada pembiaran tanah longsor dari tahun lalu. Ngga ada tanggapan serius, cuma janji-janji aja. Kita pengennya ada tanggap darurat,” ujar Rahmat saat ditemui di rumahnya, Senin (5/4/2021) siang.
Ia sempat mendapatkan sumbangan dari pihak Kelurahan Srengseng Sawah sebesar Rp 7 juta untuk warga terdampak longsor.
Uang itu digunakan untuk perbaikan, tetapi ternyata tak maksimal sehingga rusak lagi.
Ia mengatakan, sudah pernah melaporkan keluhan terkait longsornya tanah lewat aplikasi JAKI. Setelah itu, ada peninjauan dari pihak kelurahan.
“Setelah itu ngga ada kabar selanjutnya. Itu cuma tinjauan-tinjauan aja. Setelah itu lapor JAKI lagi,” ujar Rahmat.
Baca juga: Warga Keluhkan Penanganan Longsor Lambat, Camat Jagakarsa: Ini Masalah Kewenangan
Ia mengatakan, sudah setahun dari awal kejadian longsor tak ada penanganan serius.
Penanganan yang terlihat hanya penguatan sisi tebing sungai dengan kayu dolken pada tanggal 30 Maret 2021.
“Setahun tahun ngga ditangani. Itu karena alasannya sudah dilimpahkan ke SDA dan BPN,” kata Rahmat.
Tebing Sungai Ciliwung, lanjut Rahmat, sudah berulang kali terkikis akibat banjir. Ia mengaku khawatir dengan keadaan longsor di pinggir rumahnya.
Adapun tebing yang longsor setinggi sembilan meter. Jarak rumahnya ke aliran Sungai Ciliwung sekitar enam meter.
Pada Senin kemarin, ada pertemuan antara warga, aparat Kecamatan Jagakarsa, Suku Dinas Cipta Karya Pertanahan dan Tata Ruang Jakarta Selatan, Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Selatan, dan Badan Pertanahan Nasinal Jakarta Selatan.
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) dan Suku Dinas Sumber Daya Air Kecamatan Jagakarsa terlihat melakukan penanganan longsor.
Pertemuan antara instansi dihadiri juga oleh Camat Jagakarsa, Alamsyah beserta Lurah Srengseng Sawah, Adhi Suryo.
“Saya sih bersyukur ada pertemuan ini. Semoga tertangani cepat,” ujar Rahmat.
Hasil pertemuan antara pihak terkait menghasilkan kesepakatan penanganan longsor dengan membuat bronjong berisi karung pasir.
“Kami dari peninjauan sepakat untuk menangani tanah yang longsor tadi dengan material banjiran kalau istilah dari BBWSCC nanti mereka akan menyediakan berupa bronjong dengan pasir dalam karung,” ujar Alamsah.
Baca juga: Soal Longsor di Srengseng Sawah, Camat Jagakarsa Minta Warga Usul Pembebasan Tanah
Menurut Alamsah, penanganan tanah longsor dibuat untuk tahap darurat. Bronjong kawat nantinya akan dipasang dan berisi karung pasir sebagai penahan.
“Nanti dari Suku Dinas Sumber Daya Air juga akan mengerjakan kerjaan dari Kamis kemarin, yaitu pembuatan dolken dipasang dan diisi oleh karung pasir,” tambah Alamsah.
Adapun pengerjaan bronjong dengan karung pasir akan dikerjakan oleh petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) dan petugas Suku Dinas Sumber Daya Air Jagakarsa.
Bronjong akan dibangun dengan panjang sekitar 30 meter dan tinggi sekitar 4-6 meter. Pembuatan bronjong akan disesuaikan dengan kontur tanah.
“Ditargetkan selesai penanganan selama satu bulan,” tambah Alamsah.
Alamsah menanggapi keluhan Ade terkait lambatnya penanganan tanah longsor.
Alamsah mengatakan, lambatnya penanganan tanah longsor karena persoalan kewenangan.
“Sebenernya ini (penanganan tanah longsor) karena kewenangan. Ini kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). Kami pemda ngga bisa (tangani),” ujar Alamsah saat ditemui seusai pertemuan warga dan BBWSCC di dekat lokasi longsor.
Menurut Alamsah, pihak Kecamatan Jagakarsa tidak berani melampaui wewenang BBWSCC.
Namun, ia tetap menekankan kolaborasi antar instansi untuk mendapatkan penanganan yang optimal.
“Tapi kita ngga boleh ngomong itu menjadi gak bisa jalan tapi kita ingin kolaborasi ini yang kita harapkan,”
Alamsah mengatakan, penanganan tanah longsor oleh BBWSCC adalah kewenangan pemerintah pusat.
Adapun pembebasan lahan nantinya berada di bawah kewenangan Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.
“Kalau di sini kan bisa ditinjau ulang posisinya sehingga dia (warga) bisa pindah dan tempatin yang aman. Kami mengharapkan dia bisa mengusulkan entah terima atau gimana yang penting bantu usulkan karena menjadi wewenang provinsi juga,” ujar Alamsah.
Alamsah mengatakan, pihaknya tak ingin warga di Jagakarsa menempati daerah yang tak nyaman. Adapun rumah warga yang terkena longsor berada di bantaran kali.
“Ini kan (lokasi) nggak nyaman, pinggir kali banget sudah bantaran kali. Apalagi di posisi tikungan akan dikikis (air Sungai Ciliwung) terus,” tambah Alamsah.
Rahmat mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan terkait rencana pembebasan tanah. Ia akan berkoordinasi dengan pihak keluarga besarnya.
“Kami juga nggak saklek juga sih. Sebenernya mau pindah juga, kita juga tahu bahaya. Misalnya emang dinilai berbahaya, nanti bisa dipertimbangkan,” ujar Ade saat ditemui di rumahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.