Empat organisasi mahasiswa tersebut turun ke jalan, menuntut polisi mengusut penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat, dan meminta pemerintah menimbang ulang proyek MII.
Memasuki tahun 1972, gerakan-gerakan menentang pembangunan MII kian gencar.
Baca juga: Pemerintah Ingin Pengelolaan TMII Berkontribusi pada Keuangan Negara
Pendukung gerakan ini pun semakin masif. Kalangan seniman dan intelektual seperti W.S. Rendra, Arief Budiman, H.J.C. Princen (Poncke), dan Mocthar Lubis ikut tergabung dalam aksi protes.
“Taufan protes-protes terhadap proyek mini Indonesia telah berhembus ke segenap penjuru tanah air kita,” tulis Mochtar Lubis di Indonesia Raya, 13 Januari 1972, termuat dalam Tajuk-Tajuk Mocthar Lubis Seri 1.
Aksi-aksi jalanan dan diskusi gerakan penentang MII mulai dapat tanggapan dari presiden, yang menilai aksi protes tersebut tidak substansial, agresif, dan keluar batas.
Soeharto juga menduga ada "Mister X" yang menunggangi protes tersebut dan punya tujuan lain di baliknya.
“Saya tahu bahwa ada kelompok tertentu yang ingin menjadikan proyek yang kami cita-citakan itu sebagai satu issue politik. Mereka mencari kesempatan untuk bisa mengganggu kestabilan nasional,” kata Soeharto pada 6 Januari 1972, dalam Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.
Baca juga: Pemerintah Beri Waktu 3 Bulan bagi Yayasan Harapan Kita Serahkan Pengelolaan TMII
Soeharto memperingatkan gerakan penentang MII agar tidak berperilaku di luar batas.
Dia mengancam akan menghantam gerakan itu jika berniat menggulingkan kekuasaannya.
“Yang memakan kedok demokrasi secara berlebih-lebihan akan ditindak. Kalau ada ahli hukum yang mengatakan tidak ada landasan hukum, demi kepentingan negara dan bangsa, saya akan gunakan Supersemar,” kata Soeharto dikutip Mahasiswa Indonesia, 9 Januari 1972.
Ancaman Soeharto kemudian menjadi nyata pada 17 Januari 1972.
Letjen TNI Soemitro, Wakil Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Wapangkopkamtib), melarang semua aktivitas gerakan anti-MII.
Petugas juga menahan beberapa tokoh penentang MII seperti Arief Budiman dan Poncke.
Baca juga: Komisi II DPR Harap Pemerintah Dapat Selamatkan TMII Jadi Aset Penting Negara
“Kenapa dilarang, alasannya adalah karena katanya mereka-mereka itu dengan nyata telah melakukan kegiatan-kegiatan yang dinilai sebagai ancaman serius bagi keamanan dan ketertiban umum, demokrasi menurut UUD '45 serta wibawa pemerintah dan stabilitas pemerintah,” tulis Mahasiswa Indonesia, 23 Januari 1972.
MII akhirnya dibangun setelah mendapat lampu hijau dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Batu pertama pembangunan MII diletakkan pada 30 Juni 1972. Dan pada 20 April 1975, MII resmi dibuka dengan nama Taman Mini Indonesia Indah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.