JAKARTA, KOMPAS.com - Lia Aminudin atau lebih dikenal sebagai Lia Eden dikabarkan meninggal dunia pada Jumat (9/4/2021).
Berita duka ini disampaikan oleh akun Instagram Kabar Sejuk (serikat Jurnalis untuk Keberagaman), seperti dilansir Kompas TV.
"Lia Eden (Lia Aminudin) yang sejak 1995 meyakini terus menerima bimbingan malaikat Jibril telah meninggal Jumat Lalu (9/4/)," tulis Kabar Sejuk, Minggu (11/4/2021). Lia meninggal di usia yang ke-73 tahun.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Penangkapan Pemimpin Sekte Kerajaan Tuhan Lia Eden pada 2005
Catatan Kompas.com, Lia Eden merupakan pemimpin sekte Kerajaan Tuhan (God's Kingdom Eden).
Ia mengklaim diri telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril sehingga ia mempelajari aliran paranealis atau lintas agama.
Pada 1998, Lia yang terlahir sebagai Muslim mempelajari agama Kristen.
Dia kemudian merilis sebuah buku berjudul 'Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir' yang berisi mengenai aliran yang ia dalami.
Lia mengimani reinkarnasi dari ajaran Hindu, mengklaim diri sebagai titisan Bunda Maria, dan menyatakan putranya yang bernama Ahmad Mukti sebagai Yesus Kristus.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: 6 Tahun Lalu, Misteri Kematian Akseyna di Danau UI
Tak cuma itu, Lia juga menerapkan sejumlah ajaran agama Buddha, seperti meditasi dan memahat patung.
Baru pada pertengahan 2000, Lia mendeklarasikan agama baru, Salamullah, sebagai penyatuan dari semua agama yang ia pelajari.
Beberapa ajaran Salamullah antara lain:
Baca juga: Sejarah Hari Ini: 12 Tahun Lalu, Peluru di Kepala Tewaskan Nasrudin Zulkarnaen, Seret Antasari Azhar
Lia ditangkap pada 28 Desember 2005 di kediamannya di Jalan Mahoni RT 005 RW 08 Bungur, Senen, Jakarta Pusat, atas dugaan penodaan agama.
"Kami menahan karena memiliki cukup bukti sehubungan dengan tindakan yang dia lakukan dengan cara menyebarkan ajaran agama yang tidak benar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jaya Komisaris Besar Mochamad Jaelani, dilansir dari Harian Kompas edisi Jumat, 30 Desember 2005.
Ia diduga melanggar Pasal 156a dan 157 mengenai penodaan terhadap agama, menghasut, dan mengajak masyarakat mengikuti ajarannya.
Penangkapan Lia Eden bermula dari laporan warga sekitar yang sudah resah atas kegiatan yang mereka sebut berkaitan keagamaan.
Padahal, Wali Kota Jakarta Pusat bersama tokoh masyarakat serta tokoh agama sudah mengingatkan Lia untuk menghentikan kegiatannya itu.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Kecelakaan Maut Tugu Tani yang Renggut 9 Nyawa Pejalan Kaki
Pada Kamis (29/6/2006), Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara selama dua tahun kepada Lia Eden.
Putusan tersebut sejatinya lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama lima tahun.
Harian Kompas edisi Jumat (30/6/2006) melaporkan, Ketua Majelis Hakim Lief Sofijullah yang didampingi hakim Ridwan Mansyur dan Zulfahmi menyatakan Lia Eden bersalah dan terbukti melanggar hukum sesuai dakwaan kedua dan ketiga.
Dakwaan kedua mengandung unsur perbuatan penghinaan terhadap suatu golongan masyarakat, sedangkan dakwaan ketiga mengandung unsur perbuatan tidak menyenangkan terhadap orang lain.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Gadis 15 Tahun Bunuh Anak Tetangga Terinspirasi dari Film Chucky
Dakwaan kedua berdasarkan Pasal 157 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan dakwaan ketiga berdasarkan Pasal 335 Ayat (1) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan pertama yang tidak terbukti didasarkan pada Pasal 156 a juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan kesatu, Lia Eden didakwa di depan umum menyatakan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Majelis hakim menyatakan dakwaan pertama ini tidak terbukti karena pembuktian jaksa melalui perbuatan terdakwa di hadapanMajelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipandang sebagai institusi, bukan sebagai perwakilan umat beragama.
Pada akhirnya, Lia Eden menjalani masa hukuman sesuai vonis pengadilan. Dia dibebaskan pada 30 Oktober 2007.
Akan tetapi, Lia Eden kembali ditangkap polisi pada 15 Desember 2008 karena kasus serupa.
(Penulis : Theresia Ruth Simanjuntak/ Editor : Irfan Maullana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.