Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menpan RB Peringatkan Petinggi Damkar Depok Tak Intimidasi Anggota yang Ungkap Dugaan Korupsi

Kompas.com - 15/04/2021, 12:09 WIB
Tria Sutrisna,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Tjahjo Kumolo menyebut, petinggi Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok tidak bisa sembarangan mengancam pecat anggotanya yang mengungkap dugaan korupsi.

Hal tersebut diungkapkan Tjahjo saat menanggapi adanya anggota Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang diancam pecat karena mengungkap indikasi korupsi di tempat kerjanya.

"Saya kira enggak boleh (diintimidasi)," jelas Tjahjo kepada wartawan usai peresmian Mal Pelayan Publik Tangerang Selatan, Kamis (15/4/2021).

Menurut Tjahjo, anggota Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang diketahui bernama Sandi itu bisa dilindungi ketika mendapatkan ancaman.

Baca juga: Curhat Sandi soal Dugaan Korupsi di Damkar Depok: Selang Cepat Jebol, Sepatu Kemahalan, Honor Disunat

Pasalnya, setiap warga negara memiliki hak untuk melaporkan temuan indikasi korupsi di instansinya ke aparat penegak hukum.

"Saya kira ada (perlindungan)," kata Tjahjo.

"Setiap warga negara, maupun ASN bisa melaporkan. Sepanjang laporannya itu bisa dipertanggungjawabkan," sambungnya.

Tjahjo mempersilahkan Sandi untuk melaporkan dugaan korupsi yang sedang berupaya diungkapnya ke Kepolisian, Kejaksaan, bahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, Tjahjo menegaskan bahwa laporan yang dibuat harus bisa dipertanggungjawabkan.

"Silahkan mau (dilaporkan) lewat kepolisian, ke kejaksaan, ke KPK, enggak ada masalah," pungkasnya.

Kronologi

Sandi sebelumnya membeberkan sejumlah contoh dugaan korupsi di tempatnya bekerja yang ia protes akhir-akhir ini.

Akibat protesnya itu, Sandi kini jadi sorotan. Ia juga menyebut bahwa protes itu disusul dengan intimidasi dan ancaman pemberhentian oleh pejabat teras di dinas tersebut terhadap dirinya dan rekan-rekan sejawat.

Sandi belakangan jadi sorotan karena berani menyuarakan dugaan korupsi di instansi tempatnya bekerja.

“Kita tahu lah (sebagai) anggota lapangan, kita tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” kata Sandi dikutip Tribun Jakarta.

Baca juga: Protes Dugaan Korupsi Damkar Depok, Sandi Dipanggil Kemendagri untuk Klarifikasi

Ia juga mengemukakan soal pengadaan sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) yang antara mutu dengan harganya tak sebanding.

Sepatu itu hasil pengadaan pada 2018 lalu. Penelusuran Kompas.com pada lewat situs resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pagu anggaran pengadaan dengan item bernama "Belanja Sepatu PDL Pemadam Kebakaran" itu mencapai Rp 199,75 juta, sebanyak 235 pasang.

Itu berarti, harga setiap pasang sepatu itu mencapai sekitar Rp 850.000.

Baca juga: Nasib Sandi, Protes Dugaan Korupsi Dinas Damkar Depok Berujung Diancam Pemecatan

Sandi mempertanyakan mutu sepatu yang kini diserahkan ke kejaksaan sebagai barang bukti itu, lantaran tak seperti sepatu-sepatu PDL pada lazimnya, sepatu itu disebut tak dilengkapi besi pengaman.

"Saya lihat di online dengan gambar yang persis, kualitas yang sama, merek yang sama, itu kisaran Rp 400.000," ujarnya.

Sandi juga mengeluhkan perlengkapan yang tak tersedia di instansinya bekerja. Gagang khusus untuk menangkap ular, misalnya, harus dibuat sendiri oleh para petugas pemadam kebakaran karena tak tersedia.

Kendaraan operasional juga jadi soal.

"Terkadang kita panggilan evakuasi naik motor pribadi," kata Sandi soal ketiadaan kendaraan operasional berupa sepeda motor.

"Untuk penyelamatan, evakuasi tawon, ular, dan sebagainya, juga kita pikir kalau kita bawa unit (mobil), itu TKP-nya gang sempit, enggak akan muat untuk mobil kita," tambah dia.

Baca juga: Kejari Sudah Periksa 6 Orang soal Dugaan Korupsi Damkar Depok

Selain pengadaan perlengkapan yang tak sesuai spesifikasi, Sandi juga mengaku tak menerima hak-hak finansial secara penuh.

“Hak-hak kita, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850.000. Itu dana untuk nyemprot (desinfektan) waktu zaman awal Covid-19," kata dia.

Kompas.com berulang kali meminta tanggapan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok, Gandara Budiana, sejak kemarin.

Namun belum mendapatkan respons baik melalui sambungan telepon maupun WhatsApp.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok, Edy Juhendi, saat dihubungi Kompas.com pada Rabu siang, tak bersedia memberi keterangan dengan alasan sedang mengikuti sebuah agenda di polres.
"Bapak pejabat tidak merasakan..."

Sandi sebelumnya mengunggah foto 2 poster sekaligus berisi protes terhadap dugaan korupsi di instansinya.

Isi tulisan dalam poster yang pertama adalah “Bapak Kemendagri tolong, untuk tindak tegas pejabat di dinas pemadam kebakaran Depok. Kita dituntut kerja 100 persen, tapi peralatan di lapangan pembeliannya tidak 100 persen, banyak digelapkan”.

Sementara poster kedua bertuliskan “Pak Presiden Jokowi tolong usut tindak pidana korupsi, Dinas Pemadam Kebakaran Depok”.

Belakangan, protesnya yang cukup berani ini membuat Sandi dalam posisi terjepit. Intimidasi dan ancaman, menurutnya, terus berdatangan.

Sandi mengaku telah dilayangkan surat teguran tanpa keterangan yang jelas soal apa teguran itu.

"Saya pertanyakan, surat tegurannya itu dalam hal apa, apakah kinerja, karena saya merasa dan juga absensi saya full. Kinerja saya sesuai dengan apa yang dikomandokan. Saya selalu melaksanakan," tuturnya.

Ia berulang kali menolak menyebutkan sosok pejabat yang melayangkan intimidasi-intimidasi itu.

Menurut Sandi, intimidasi itu bahkan dilakukan secara langsung. Pejabat di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang enggan Sandi beberkan identitasnya disebut berkeliling ke beberapa lokasi UPT di Depok.

"Mereka menyuruh anak-anak (para petugas pemadam kebakaran) untuk tanda tangan dan anak-anak itu dipaksa untuk tanda tangan. Di depannya ada tulisan tidak mendukung aksi saya," kata Sandi.

"Ada beberapa anak-anak yang tidak mau tanda tangan dan ada yang mau tanda tangan karena dipaksa mereka," jelasnya.

Sandi mengaku hanya menyuarakan apa yang selama ini dia rasakan. Menurut dia, sudah pernah dikeluhkan di internal namun tak berjawab.

Ia cuma ingin agar tuntutan bekerja 100 persen di lapangan sebagai pemadam kebakaran, didukung dengan perlengkapan yang juga 100 persen.

"Untuk pejabat damkar sendiri... Pak, apakah kalian merasa seperti kami, darah kami yang kami tumpahkan bekerja, perasaan kami, batin kami, tenaga kami di lapangan? Bapak tidak merasakan, tapi yang merasakan anggota di lapangan, Pak," ungkap Sandi.

"Ini saya bergerak sendiri karena saya merasa tidak kuat. Banyak desakan juga saat kami bekerja, dikomplain. Yang merasakan komplain warga itu kami di lapangan, Pak; kamiiii, Pak, kami yang merasakan, bukan Bapak."

"Mohon, Pak. Saya minta tolong jangan intimidasi lagi teman-teman saya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com