Menurut jurnal yang ditulis tahun 2017 itu, diketahui bahwa menara tersebut dipengaruhi oleh arsitektur agama Buddha dengan adanya padma (bunga teratai) di puncak menara.
Dalam agama Buddha, bunga teratai mengandung makna lingkaran kesucian serta falsafah hidup tinggi.
Baca juga: Tarik Ulur Revitalisasi Tugu Pamulang, Pemprov Banten Tak Punya Anggaran dan Minta Pembongkaran
Pola bunga teratai terhadap artefak arsitektur di Indonesia juga dapat dilihat dari bentuk pola candi Borobudur yang apabila dilihat dari atas menyerupai bentuk geometri dari bunga teratai.
Di samping itu, beberapa ahli berpendapat bahwa pintu masuk menara dianalogikan sebagai pintu masuk candi Hindu-Buddha.
Pintu tersebut memiliki motif relung yang seakan-akan merupakan penyederhanaan motif kala-makara dalam tradisi kebudayaan Indonesia pra-Islam.
Kala-makara dipercaya sebagai makhluk mitologi yang bertugas menjaga pintu candi dari gangguan roh jahat
Pengunjung yang ingin naik ke atas menara dapat melalui lorong tangga melingkar.
Baca juga: Pemprov Banten Buka-bukaan soal Polemik Tugu Pamulang yang Habiskan Rp 300 Juta
Selain dipengaruhi budaya Hindu-Buddha, banyak yang meyakini bahwa bangunan menara juga terpengaruh budaya Eropa.
Pengaruh ini dapat dilihat dari sisi-sisi menara yang berjumlah delapan. Selain itu, kepala menara terdiri dari dua tingkat.
Tingkat pertama berbentuk kubah dan mempunyai teras, sedangkan di tingkat kedua terdapat kubah yang lebih kecil.
Menara bersegi delapan seperti itu lazim ditemukan di Belanda, lengkap dengan tangga melingkar dan kepala bertingkat dua, ujar Ulama Andika di dalam jurnalnya.
Baca juga: Belum Ada Anggaran, Pemprov Banten Tunda Revitalisasi Tugu Pamulang
Namun, Kepala Seksi Pendidikan dan Informasi Masjid Agung Banten, M. Al-Hatta Kurdie, meyakini bahwa segi delapan pada menara merupakan ide cerdas dari Raden Sepat.
Pasalnya pada saat masjid itu dibangun, Belanda belum masuk ke Indonesia.
Segi delapan pada menara dan ke 24 tiang penyangga atap masjid itu merupakan ide cerdas dari Raden Sepat, ungkap Hatta Kurdie.
Delapan itu merupakan hasil pembagian dari 24 dibagi 3. Ke-24 tiang itu simbol waktu, 24 jam.
Sementara 3 adalah simbol dari ibadah, ma’isyah (mencari penghidupan) dan istirohah (istirahat).
Jadi pesan yang ingin disampaikan, agar umat Islam bisa memanfaatkan waktu seadil-adilnya untuk ketiga hal tersebut yang masing-masing memiliki alokasi waktu sebanyak 8 jam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.