JAKARTA, KOMPAS.com - Di Jalan Taman Cut Meutia Nomor 1, Kelurahan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, ada sebuah bangunan klasik peninggalan kolonial Belanda. Arsitekturnya khas kantor-kantor dari era saat Jakarta masih bernama Batavia.
Bagi yang melihat sekilas, tidak akan percaya bahwa bangunan tersebut adalah sebuah masjid, yaitu Masjid Cut Meutia. Saat memasuki gedung, bentuknya yang sama sekali tidak menggambarkan sebuah masjid akan semakin meyakini orang-orang bahwa bahwa bangunan itu dulunya tidak diperuntukan sebagai masjid.
Barisan shaf tidak sejajar dengan tembok tetapi miring 15 derajat dari tembok yang sudah dibangun.
Baca juga: Masjid Cut Meutia, dari Gedung Belanda Jadi Rumah Tuhan
Ada sekelumit sejarah Masjid Cut Meutia ini yang menarik dan unik. Ya, bangunan ini dulunya sebuah kantor biro arsitektur dan pengembang bernama N.V. De Bauploeg yang selesai dibangun tahun 1912.
Bangunan itu berganti fungsi seiring zaman. Sempat menjadi kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Kantor Perusahaan Daerah Air Minum, Kantor Pos, dan kantor Dinas Perumahan Jakarta.
"Terakhir pernah menjadi kantor Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), waktu itu yang dipimpin oleh Jenderal AH Nasution," kata Muhammad Hussein, Ketua Remaja Islam Masjid Cut Meutia (Ricma), Jumat (16/4/2021) lalu.
Setelah kantor MPRS dipindahkan ke Senayan, AH Nasution tidak ingin gedung itu difungsikan kembali menjadi sebuah kantor. Dia dan meminta agar gedung dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai sebuah masjid.
Hussein mengatakan, AH Nasution memutuskan untuk menjadikan gedung peninggalan Belanda itu sebagai masjid karena mendengar aspirasi dari masyarakat sekitar yang mengeluh tidak memiliki sebuah masjid di sekitar Kebon Sirih.
Namun gedung tersebut tak langsung menjadi masjid. AH Nasution terlebih dahulu membentuk remaja masjid Cut Meutia tahun 1984 untuk memakmurkan masjid dan mengurus keperluan jemaah.
Tiga tahun berselang, melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 5184/1987 tertanggal 18 Agustus 1987, bangunan itu resmi menjadi sebuah masjid.
"Sekarang Ricma sudah berganti pengurus ke angkatan 37, berarti sudah 37 tahun Ricma dibentuk dan setiap tahun masih terus ada regenerasi," kata Hussein.
Hussein mengajak Kompas.com melihat detil bangunan Masjid Cut Meutia. Di lantai 1 terlihat kemiringan shaf jemaah yang sangat tidak beraturan.
Karena bagunan dari awal tidak dirancang sebagai masjid, begitu dijadikan masjid arah kiblat di dalam masjid itu harus dibuat dibuat miring 15 derajat dari sisi tembok bangunan.
Baca juga: Masjid Cut Meutia Agendakan Buka Puasa Bersama hingga Ramadhan Jazz
Mimbar khotbah dan mihrab tempat imam shalat juga berjarak cukup jauh. Mimbar diletakan di sisi barat ruangan, sedangkan mihrab ditempatkan di pojok ruangan mengikuti arah kiblat.
Di lantai dua, kata Hussein, dulu terdapat anak tangga yang membelah bagian tengah gedung dari ruang utama lantai 1 ke ruang lantai 2.
Namun anak tangga itu kini dipindahkan ke sisi kiri dan kanan gedung bagian luar, agar ruangan lantai 1 tidak terbelah oleh anak tangga.
Sebagai pengurus Ricma, Hussein merasakan perbedaan besar antusiasme masyarakat mengikuti acara ibadah di Masjid Cut Meutia saat pandemi Covid-19 ini. Dia mengatakan, jemaah jauh berkurang. Itu terlihat dari okupansi ruangan yang digunakan.
"Sebelum pandemi, tempat parkir juga kami gunakan untuk shalat, lihat sekarang, sepi," kata Hussein.
Meski pemerintah memberi kelonggaran untuk ibadah shalat tarawih, tetap saja banyak warga memilih beribadah di rumah.
Tidak hanya jemaah yang berkurang, Hussein juga menjelaskan tidak banyak yang bisa dilakukan Ricma saat pandemi Covid-19 melanda.
Banyak kegiatan tahunan yang menjadi tradisi Ricma dibatalkan, semisal Ramadhan Jazz Festival harus ditiadakan karena pandemi Covid-19.
Acara musik dengan menyelipkan nilai-nilai dakwah Islam tersebut merupakan program andalan Ricma untuk melakukan aksi sosial.
Donasi yang didapat, kata Hussein, biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan sosial seperti membantu memenuhi alat-alat penyandang disabilitas hingga menggerakkan ekonomi di sekitar Masjid Cut Meutia.
Tahun ini, Ricma mencoba berinovasi. Ramadhan Jazz Festival tetap digelar meski dalam bentuk online. Orang yang hadir tidak perlu membeli tiket, tetapi bisa ikut berdonasi untuk program aksi sosial yang tahun ini bertema tema lingkungan.
"Tahun ini insya Allah untuk donasi Ramadhan Jazz Festival kami larikan ke lingkungan untuk menanam mangrove di Bekasi. Juga program ekonomi membantu nelayan di sana dan bisa bermanfaat membantu pemerintah," kata Hussein.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.