Pasal itu berbunyi: "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain".
Tindak Pidana ini, Bima menambahkan, diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 yang kemudian diubah menjadi UU 35 Tahun 2014 yang diubah terakhir kali menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Adapun ancaman hukumannya diatur dalam Pasal 81 ayat (1) PERPU nomor 1 Tahun 2016 yang berbunyi: "Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 5 miliar.
Sementara ayat (1) di atas juga dikenakan pidana tambahan yaitu hukuman berupa pengumuman identitas pelaku sebagaimana dinyatakan di ayat (6) pasal yang sama.
Baca juga: Kontrak MRT Fase 2A Senilai Rp 4,6 Triliun Diteken, Anies: Terima Kasih Presiden Jokowi
Apabila diciduk polisi, AT juga bisa dijerat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Tindak Pidana yang dilakukan AT dengan cara menyekap, menjual dan memaksa PU layani pria hidung belang via aplikasi MiChat seharga Rp 400.000 merupakan tindak pidana yang masuk dalam kategori dan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007," papar Bima.
Pasal itu tentang Perdagangan Orang yang berbunyi: "Setiap orang yang melakukan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan, kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia".
Adapun ancaman hukuman yang bisa dijatuhkan adalah pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Menurut Bima, terduga pelaku AT tidak dikenakan pidana prostitusi melainkan perdagangan orang.
"Tidak dapat dikategorikan prostitusi karena di kasus ini terdapat paksaan dan penyekapan kepada korban PU, sehingga kasus ini bisa dikategorikan sebagai eksploitasi seksual anak," urainya.
Baca juga: Pengeroyokan Anggota TNI dan Polri di Kebayoran Baru, KSAD: Prajurit Kita Ngapain di Situ?
Ibu korban, LF (47), mengatakan, keluarga AT sempat menawarkan bantuan biaya pengobatan untuk PU yang terkena penyakit kelamin.
"Saya pernah berkoordinasi dengan keluarga bahwa dari keluarga pelaku menawarkan pengobatan," kata LF, Minggu (18/4/2021).
Keluarga terduga pelaku, LF melanjutkan, juga berupaya berdamai dengan keluarga PU.
Mereka juga berharap keluarga PU mencabut laporan ke polisi. Akan tetapi, LF menolaknya.
"Dari pihak saya tidak mau ada perdamaian karena sudah sering sekali terjadi. Pihak pelaku WA (kirim pesan melalui aplikasi WhatsApp) ke anak saya agar dicabut laporannya," imbuhnya.