Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhana Kuddus, Wartawati Pertama yang Gencar Menentang Poligami, Nikah Dini dan Dominasi Laki-laki

Kompas.com - 21/04/2021, 05:50 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kala perempuan terkungkung dalam dominasi laki-laki di tengah masyarakat konservatif, Ruhana Kuddus memilih untuk "melawan" dan memperjuangkan hak kaumnya.

Perempuan kelahiran Koto Gadang, Sumatera Barat, pada 20 Desember 1884 ini berjuang melalui tulisan-tulisannya yang terbit di koran perempuan Poetri Hindia.

Ketika koran tersebut harus berhenti beroperasi karena dibredel pemerintah kolonial, Ruhana berjuang untuk menerbitkan tulisannya sendiri.

Dengan bantuan Datuk Sutan Maharaja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe yang juga merupakan tokoh perintis pers Melayu, Ruhana mendirikan surat kabar perempuan Soenting Melajoe pada 1912, seperti dilansir dw.com.

Baca juga: Masjid Istiqlal, Ekspresi Rasa Syukur Kemerdekaan hingga Toleransi

Surat kabar yang terbit seminggu sekali itu memuat tulisan-tulisan mengenai isu kemajuan perempuan, biografi perempuan berpengaruh, dan berita-berita dari luar negeri.

Sirkulasinya hampir di seluruh Sumatera dan Jawa.

Menentang pernikahan dini dan poligami

Yang menarik, konten Soenting Melajoe sepenuhnya diisi oleh kontributor perempuan yang sangat mendukung pendidikan bagi perempuan, serta mengkritisi pernikahan dini dan poligami.

Hal ini disampaikan oleh sejarawan Susan Blackburn dalam bukunya berjudul Women and the State in Modern Indonesia.

"Seorang kontributor menganjurkan agar perempuan tidak menikah sebelum usia 18 tahun (karena jika tidak, 'kondisi tubuhnya akan cepat merosot' dan 'jika dia melahirkan anak, dia tidak akan tahu bagaimana cara merawatnya')," tulis Blackborn, seperti dilansir The Jakarta Post.

Baca juga: Pergolakan Batin Friedrich Silaban Saat Ikut Sayembara Masjid Istiqlal

Rahadian Rundjan dalam artikelnya di dw.com mengukuhkan pernyataan ini.

Soenting Melajoe, tulis Rahadian, menerima tulisan-tulisan dari siswi-siswi sekolah di berbagai wilayah di Sumatra Barat, seperti Payakumbuh dan Pariaman.

Mereka kerap mengkritik budaya patriarki yang saat itu begitu kental di Sumatra Barat, seperti nikah paksa di bawah umur, poligami, dan pengekangan perempuan terhadap akses-akses ekonomi.

"Di bawah asuhan Ruhana, Soenting Melajoe menjadi semacam corong pengetahuan dan emosional kaum perempuan yang selama ini begitu kesulitan menyampaikan pendapatnya akibat terkungkung dominasi laki-laki, baik di ranah privat maupun publik," paparnya.

Soenting Melajoe terbit selama sembilan tahun, hingga tahun 1921.

Baca juga: Putra Friedrich Silaban: Ayah Pakai Nama Samaran demi Terpilih Jadi Arsitek Masjid Istiqlal

Kiprahnya terus berlanjut di dunia jurnalistik

Selepas meninggalkan Soenting Melajoe, pengaruh Ruhana masih begitu terasa dalam dunia pers, ujar Rahadian.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com