Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Masjid Jami Tangkuban Perahu di Setiabudi

Kompas.com - 21/04/2021, 07:07 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua kubah Masjid Jami Tangkubanperahu di Setiabudi, Jakarta Selatan, yang kuning keemasan terlihat kontras dengan warna langit yang biru. Ukuran dua kuba itu berbeda. Satu besar, satu lagi kecil.

Bangunan masjid terlihat modern dengan warna hijau muda. Arsitektur simetris banyak muncul di bangunan masjid yang bertingkat itu. Ornamen bintang bersegi delapan hampir mendominasi bagian masjid.

Di bagian bangunan, tepat dekat Kantor Kelurahan Guntur, ada tiga ornamen bintang segi delapan. Satu bintang segi delapan berukuran besar di bagian teras masjid.

Baca juga: Sejarah Masjid Jami Kebon Jeruk, Saksi Bisu Penyebaran Islam dari Tiongkok

Pada ornamen bintang segi delapan terpasang kaca patri. Bintang segi delapan beraneka ukuran lainnya ditemui di seluruh bagian tembok masjid.

Masuk ke dalam masjid, ada tulisan kaligrafi berlafaz Allah dan Muhammad. Ada sebuah mimbar di bagian tengah masjid, tepat di kaligrafi.

Di bagian dalam masjid, kemegahan kubah terlihat. Diameternya berukuran sekitar lima meter dan memiliki rangka seperti sarang laba-laba.

Pancaran sinar matahari yang turun di ufuk barat menerobos masuk lewat kaca patri. Kemegahan modern bernafas Islam tampak berpadu di Masjid Jami Tangkubanperahu itu.

Dimulai tahun 1908

Keberadaan Masjid Jami Tangkubanperahu berawal di tahun 1908. Namun, jejak-jejak sejarah sudah tak bisa dilihat oleh mata tetapi hanya dituturkan lewat cerita.

Haji Bahtiar Amin, selaku Koordinator Kegiatan Masjid Jami Tangkubanperahu mengatakan, Masjid Jami Tangkubanperahu didirikan seorang saudagar berkebangsaan Arab bernama Sayid Ahmad bin Muhammad bin Shahab.

Awalnya, masjid berada di kawasan tangsi kavaleri atau dikenal dengan cavaleri kampemen yang dimiliki Pemerintah Belanda.

Namun, dalam perjalanannya masjid harus pindah karena kemauan Pemerintah Belanda pada saat itu.

“Dari jaman kompeni Belanda minta dipindahkan. Makanya, Pemerintah Belanda memberikan letak tempatnya di sini (Jalan Tangkubanperahu),” kata Bahtiar di Masjid Jami Tangkubanperahu, Selasa (20/4/2021) sore.

Ornamen bintang segi delapan di bagian teras Masjid Tangkuban Perahu di Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa (20/4/2021) sore. Ornamen bintang segi delapan banyak ditemui di bangunan Masjid Jami Tangkubanperahu.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Ornamen bintang segi delapan di bagian teras Masjid Tangkuban Perahu di Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa (20/4/2021) sore. Ornamen bintang segi delapan banyak ditemui di bangunan Masjid Jami Tangkubanperahu.

Masjid pun berpindah dari kawasan Menteng di sekitar Jalan Mangunsarkoro dengan Jalan  Latuharhari ke Jalan Tangkubanperahu.

Lokasi berdirinya Masjid Jami Tangkubanperahu, lanjut Bahtiar, merupakan tanah wakaf dari Ali bin Ahmad bin Shahab. 

“Pemindahan masjid itu karena Menteng akan dijadikan kawasan elite oleh petinggi-petinggi kompeni Belanda,” kata Bahtiar.

Baca juga: Masjid Istiqlal, Ekspresi Rasa Syukur Kemerdekaan hingga Toleransi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com