Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapten Fierda Panggabean dan Tragedi Merpati CN-235 di Gunung Puntang

Kompas.com - 21/04/2021, 09:16 WIB
Ihsanuddin,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fierda Panggabean menjadi salah satu dari sedikit perempuan di zamannya yang memilih karir sebagai penerbang.

Mengutip pemberitaan harian KOMPAS, ketertarikan Fierda pada dunia dirgantara sudah muncul sejak duduk di bangku sekolah. Ia mantap bercita-cita jadi pilot setelah membaca berita di koran tentang kisah pilot perempuan pertaman Indonesia, Kapten Indah Yuliani, atau yang lebih dikenal dengan nama Kapten Cipluk.

Begitu lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta pada 1982, ia langsung mendaftar untuk menempuh pendidikan sebagai pilot di Juanda Flying School, Surabaya. Dua tahun kemudian, 1984, ia dinyatakan lulus dan segera menyebarkan lamaran ke maskapai Bouraq, Mandala, dan Merpati.

Baca juga: Ruhana Kuddus, Wartawati Pertama yang Gencar Menentang Poligami, Nikah Dini dan Dominasi Laki-laki

Perempuan kelahiran Jakarta 15 Desember 1962 ini pun akhirnya memilih maskapai Merpati Nusantara Airlines sebagai tempat berlabuh.

Pada karir awalnya, ia dipercaya untuk mengawaki pesawat Twin Otter jalur Jakarta, Cirebon dan Cilacap. Setelah cukup lama melayani rute pendek itu, atas permintaannya sendiri, Fierda ditempatkan di Papua, saat itu masih bernama Irian Jaya.

"Kalau mau rasa terbang, di situlah tempatnya," kata Fierda tentang pengalaman terbangnya.

Setelah digodok di Papua, Fierda pun dipercaya untuk menerbangkan pesawat CN-235, pesawat penumpang sipil angkut turboprop kelas menengah bermesin dua. Pesawat ini dirancang bersama antara PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (sekarang PT Dirgantara Indonesia) dengan CASA Spanyol.

Baca juga: Perjalanan Irene Sukandar Menjadi Grand Master Indonesia, Bermula dari Ambisi Kalahkan Sang Kakak

Ia mulai duduk di kursi kokpit CN-235 tahun 1988. Fierda saat itu menjadi satu- satunya penerbang wanita pertama yang mengambil rating pesawat CN- 235.

Sampai bulan Februari 1991, gadis asli Tapanuli itu  sudah mengantongi 5.000 jam terbang. Banyak penumpang CN-235 Merpati jalur Jakarta-Bandung mengenalnya. Ia sering pula dijumpai para penumpang pada rute CN-235 ke Lampung dan wilayah Sumatera Selatan.

Tak hanya bertugas menerbangkan CN-235, Fierda juga dipercayai Merpati atas nama IPTN untuk mengenalkan pesawat CN-235 di Asian Aerospace '90 di Singapura. Selama pameran dirgantara seminggu itu, Fierda Panggabean sibuk melayani terbang tamasya para penumpang Asian Aerospace.

"Yang saya heran banyak peserta dari negara lain yang terkesan dan baru mengetahui Indonesia juga punya penerbang wanita," kenang Fierda dalam wawancaranya dengan majalah Angkasa, Februari 1991.

Pesawat CN-235 produksi PT Dirgantara Indonesia. Pesawat CN-235 produksi PT Dirgantara Indonesia.

Puteri sulung dari enam anak keluarga Wilson Panggabean itu dikenal sebagai pribadi yang ramah, pandai bergaul, disiplin, dan sangat bertanggungjawab atas tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Ia selalu berusaha mengenal para penumpang saat penerbangannya.

Ia juga pandai menenangkan perasaan orang lain sehingga orang merasa aman berada di dekatnya.

Perempuan yang gemar main piano itu bukan tak tahu konsekuensi pilihannya, karena medan yang dijelajahinya selama delapan tahun bersama Merpati Nusantara tidak selalu mulus.

Baca juga: Koja Berdarah, Ketika 3 Tewas dan Ratusan Luka-Luka dalam Konflik Makam Mbah Priok

"Cuaca yang kurang baik adalah hambatan yang biasa ditemui," ujarnya dalam wawancara dengan RCTI.

Lalu ia menceritakan pengalamannya terbang dengan satu mesin pada rute CN-235 ke Lampung.

"Tapi Puji Tuhan, kami bisa mendarat dengan selamat," lanjutnya.

Fierda, yang tak pernah absen mengikuti kebaktian pada hari Minggu itu sudah menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan. Ia teramat sadar, dalam pekerjaannya, batas antara kehidupan dan kematian acapkali begitu tipis.

"Saya pasrah. Saya menyerahkan semuanya kepada Yang di Atas," katanya.

Baca juga: Melihat Sosok Mbah Priok yang Makamnya Dikeramatkan Warga Jakarta Utara

Saat itu pun tiba, Minggu siang, 18 Oktober 1992. Pesawat CN-235 jurusan Semarang-Bandung yang dipiloti Fierda mengalami kecelakaan tragis.

Pesawat itu menabrak Gunung Puntang di Garut. Fierda, seluruh awak kabin lain dan seluruh penumpang tewas dalam tragedi tersebut.

Kronologi Kecelakaan

Pesawat CN-235 Merpati Nusantara Airlines dengan nomor penerbangan MZ-5601 jurusan Semarang-Bandung itu hilang kontak pada Minggu, 18 Oktober 1992, pukul 13.30 WIB.

Pesawat yang membawa 27 penumpang dan empat awak ini berangkat dari Semarang pukul 13.05 dan seharusnya tiba di Bandung pukul 14.00 WIB.

Kontak terakhir dengan CN-235 beregistrasi PK-MNN yang dikemudikan Captain-pilot Fierda Panggabean dan ko-pilot Adnan S Paago terjadi sekitar pukul 13.30, sewaktu pesawat berada di sekitar Cirebon.

Baca juga: Kisah Enam Prajurit Wanita Bukittinggi, Polwan Pertama di Indonesia

"Fierda ketika itu menghubungi menara Husein untuk minta izin turun dari 12.500 kaki ke ketinggian 8.500 kaki," ujar Humas Merpati Ilyas Jufrie.

Pesawat naas itu baru ditemukan keesokan harinya atau pada Senin. Sebanyak 31 penumpang termasuk awak pesawat tewas.

Sedangkan badan pesawat ditemukan hancur setelah menabrak Gunung Puntang (6.800 kaki) yang berada di wilayah gugusan Gunung Papandayan.

Kawah Gunung Papandayan dilihat dari balik pepohonan di Pos Pendakian Gubber Hood Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016). Pos Pendakian Gubber Hood bisa menampung hingga 20 tenda.KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Kawah Gunung Papandayan dilihat dari balik pepohonan di Pos Pendakian Gubber Hood Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016). Pos Pendakian Gubber Hood bisa menampung hingga 20 tenda.

Lokasi jatuhnya pesawat itu pertama kali dilaporkan penduduk yang tinggal di sekitar kaki gunung. Pesawat Merpati itu tepatnya ditemukan di blok Barukaso Pasir Uji, Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Garut, sekitar 80 km dari kota Bandung.

Badan pesawat terlihat menancap di gunung. Kedua sayap pesawat nampak terlipat, sementara hanya bagian ekor yang terlihat masih utuh.

Di sekitar lokasi jatuhnya pesawat, pepohonan menghitam bekas terkena hembusan api dari pesawat. Sampai petugas tiba di lokasi pada Senin siang, asap bekas terbakarnya pesawat masih mengepul di udara. Tempat jatuhnya pesawat, cukup sulit dijangkau karena terletak diantara dua lereng bukit yang sangat terjal.

Baca juga: Mengenal Jeanne Mandagi, Jendral Wanita Pertama di Kepolisian Indonesia

Petugas yang hendak mengevakuasi korban, terpaksa harus berjalan kaki selama tiga jam dengan mendaki gunung yang cukup terjal. Keadaan tubuh sejumlah korban nampak sudah hangus terbakar, sedangkan korban lainnya terlihat tidak utuh.

Namun berkat kerja keras Tim SAR, seluruh jenazah korban bisa dievakuasi. Black box pesawat juga bisa ditemukan.

Penyebab Kecelakaan

Berdasarkan analisis black box, diketahui pesawat CN-235 itu jatuh akibat cuaca buruk dan sedikit kesalahan manusia.

"Faktor kesalahan manusia itu ialah karena pilot tidak segera mengembalikan posisi pesawatnya pada jalur penerbangan semula, setelah ia membelokkan pesawatnya ke jalur yang lain," kata Dirjen Perhubungan Udara Zainuddin Sikado.

Kesimpulan itu merupakan hasil analisa terhadap kotak hitam pesawat yang diteliti di National Transport Safety Board (NTSB) dan Federal Aviation Administration (FAA), dua badan resmi yang berkedudukan di Amerika Serikat.

Penelitian itu dilakukan terhadap data Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR), yang berisi pembicaraan antara pilot dan menara serta antara pilot dan co-pilot.

Menurut dia, ketika berangkat dari Semarang, cuaca dan kondisi pesawat yang dipiloti oleh Fierda dinyatakan baik dan tidak terdapat gangguan teknis dan akan terbang pada jalur yang ditentukan.

Namun, ketika berada di atas Cirebon pada jalur 261 derajat, pilot meminta turun dari ketinggian 12.500 kaki ke 8.500 kaki. Pilot juga membelokkan pesawatnya ke arah selatan untuk pindah ke jalur 240 derajat.

Fieda juga memutuskan untuk terbang secara visual tanpa pengendalian alat navigasi dan hanya mengandalkan pandangan mata.

Berubahnya jalur pesawat itu dimaksudkan untuk menghindari badai awan gelap yang tebal di jalur 261.

"Ternyata, ketika pesawat menuju selatan, keadaan cuaca juga lebih buruk, kecepatan angin diperkirakan mencapai 25 - 40 knot per jam, sehingga kecepatan pesawat dengan kode penerbangan Mz 5601 itu makin bertambah, kata Zainuddin.

Zainuddin mengatakan, seharusnya setelah pesawat berbelok segera kembali ke jalur semula (261). Namun hal itu tidak dilakukan pilot padahal waktunya cukup lama sebelum pembicaraan dengan menara Bandung terhenti pada pukul 13.42 WIB.

"Mungkin saja pilot masih berusaha mencari-cari celah pada cuaca yang buruk itu," kata Zainuddin.

Tinggalkan Ayah dan 5 Adik

Sampai terjadinya musibah tersebut, Fierda Panggabean sudah mengantungi 6.362 jam terbang. Dari jumlah ini, 3.059 jam adalah sewaktu menjadi ko-pilot CN-235 dan 230 jam diraihnya setelah meraih captaincy pada 24 Juni 1992.

Dengan total 3.289 jam terbang di CN-235, Captain Fierda Panggabean bisa dibilang tidak diragukan lagi atas pengalamannya menerbangkan jenis pesawat ini. Namun, takdir berkata lain.

Fierda harus berpulang menyusul ibunya yang telah meninggal akibat stroke, 11 bulan sebelum tragedi di Gunung Puntang itu.

Fierda, yang menggantikan fungsi ibu bagi adik-adiknya, harus meninggalkan ayah dan lima adiknya tercinta. Perempuan 29 tahun itu juga meninggalkan seorang seorang kekasih yang dalam waktu dekat akan menikahinya.

Suasana duka pun menyelubungi rumah keluarga Wilson Panggabean (54) di Jalan Cibulan IV/ 17 kebayoran Baru Jakarta.

Senin pagi, sekitar pukul 10.00, sedu-sedan tangis sanak- keluarga memenuhi rumah, bergema keluar sampai ke jalanan setelah pihak Merpati, melalui telepon, mengabarkan, lokasi jatuhnya pesawat sudah ditemukan. Harapan yang masih dipupuk sejak pemberitahuan mengenai hilangnya pesawat, seketika lenyap.

"Tuhan, beri kami kekuatan untuk menerima apa yang harus kami terima, walau pun hati kami teramat hancur," potongan doa Pendeta Pakpahan yang memimpin doa bersama, diucapkan dengan suara tertahan.

Fierda dimakamkan pada 22 Oktober 1992 di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Para pilot penerbang yang mewakili Merpati Nusantara Airlines memberikan penghormatan terakhir kepada sang kapten.

Tak hanya keluarga dan sanak terdekatnya yang kehilangan Fierda. Dunia penerbangan Indonesia pun harus kehilangan salah satu bibit unggulnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Pedagang Kecil Jaga Maruah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran Meski Sudah Jadi Sang Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Maruah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran Meski Sudah Jadi Sang Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget 'Papi Chulo' hingga Terjerat Narkoba

Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget "Papi Chulo" hingga Terjerat Narkoba

Megapolitan
Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com