TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Suami yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan melarang istri bertemu bayinya di Serpong, Tangerang Selatan, telah melanggar hak anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menjelaskan, setiap anak berhak diasuh dan dibesarkan oleh orangtuanya.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Anak.
"Setiap anak berhak diasuh dan dibesarkan oleh orangtuanya dan memiliki hak untuk mengetahui siapa orangtuanya," ujar Jasra kepada Kompas.com, Rabu (21/4/2021).
Baca juga: Tak Mau Pompa ASI karena Kesakitan, Seorang Ibu Dianiaya Suaminya di Serpong
Untuk itu, larangan istri berinisial AN (29) bertemu sang buah hati oleh suaminya CC (33) termasuk pelanggaran terhadap hak anak.
Terlebih lagi, kata Jasra, anak yang terdampak dalam kasus KDRT ini masih berusia satu bulan dan membutuhkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif.
"Maka segala upaya menghalang-halangi akses bertemu tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak anak," jelas Jasra.
Diberitakan sebelumnya, AN dianiaya suaminya karena tidak mau memompa ASI.
AN menolak memompa ASI-nya karena kesakitan tiap kali memompa ASI.
Buntut dari KDRT itu, AN tak dapat menemui buah hatinya.
Baca juga: Dianiaya Suami karena Tolak Pompa ASI, Ibu di Serpong Juga Dilarang Bertemu Anaknya
AN menuturkan, KDRT itu bermula ketika sang suami, CC (33), memaksa dia untuk memompa ASI-nya di apartemen mereka di daerah Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (17/4/2021), sekitar pukul 10.30 WIB.
Sebelum dia memompa ASI, AN meminta dibelikan kacang almond untuk memperlancar dan memperbanyak ASI-nya.
"Saya mikir kalau beli susu mahal, tapi suami malah marah," ungkap AN melalui pesan singkat, Selasa.
"Dia (CC) malah marah dan bilang kalau makanan asupan itu tidak terlalu penting," sambung dia.
Kata AN, CC menganggap bahwa yang terpenting adalah ASI harus dipompa setiap hari.