Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Agung Al Jihad di Ciputat, Ikon Azan Maghrib TVRI Tahun 1960-an

Kompas.com - 22/04/2021, 09:11 WIB
Muhammad Isa Bustomi,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

TANGSEL, KOMPAS.com - Bangunan Masjid Agung Al Jihad disebut-sebut sebagai masjid tertua di Tangerang Selatan, Banten.

Masjid yang kini berlantai dua di Jalan H Usman, tepat di dekat Pasar Ciputat, itu memiliki sejarah panjang. Masjid itu berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi.

Koordinator Masjid Agung Al Jihad Ciputat, Sarifudin Ely,  menceritakan pada Selasa (20/4/2021) bahwa jauh sebelum masjid itu berdiri, ada sebuah bangunan penjara Belanda di lokasi tersebut.

Bangunan penjara itu sudah tidak ada lagi. Namun lokasinya ada di samping masjid yang kini berwarna hijau tersebut.

Baca juga: Relief dari Sultan Ageng Tirtayasa hingga Makam Sepupu Imam Masjidil Haram di Masjid Jami Kalipasir

"Dulunya ada (bangunan penjara Belanda), tepat di samping. Sekarang sudah tidak ada," kata Sarifudin.

Setelah Belanda pergi, masuk saudagar Arab bernama Tuan Salim. Salim memperistri seorang perempuan Ciputat keturunan Tionghoa. Salim mulanya mendirikan surau atau kala itu orang menyebut langgar beratap ijuk sebagai tempat ibadah warga setempat.

"Kalau berdirinya tidak ada yang tahu. Ibu saya saja, lahir 1920-an, ini sudah ada. Belum menjadi masjid, masih surau," kata Sarifudin.

Baca juga: Sejarah Masjid Cut Meutia, Pernah Jadi Kantor MPRS Sebelum Dijadikan Tempat Ibadah

Seiring berjalannya waktu, surau itu kemudian direnovasi. Warga dan sejumlah donatur kala itu membangun masjid.

Awalnya namanya Masjid Jami tetapi kemudian berubah menjadi Masjid Agung Al Jihad.

Al Jihad berarti berjuang. Nama itu menunjukkan usaha masyarakat sekitar dalam mengubah tempat ibadah yang tadinya kecil menjadi besar.

"Banyak ulama sekitar Ciputat. Perjuangan mereka itulah kemudian dinamai Al Jihad. (Perjuangan) bagaiamana masjid ini supaya lebih bagus lagi, peningkatan dakwahnya seperti apa," kata Sarifudin.


Pada suatu masa, masjid itu menjadi ikon untuk siaran azan magrib di stasiun televisi TVRI. Itu terjadi tahun 1960-an.

"Ikonnya saja buat azan magrib TVRI dulu dari masjid sini, pada tahun 60-an. Zaman kami masih di Provinsi Jawa Barat," kata dia.

Ketika itu, masjid tersebut banyak didatangi jemaah dari berbagai daerah. Apalagi saat hari-hari besar seperti Idul Fitri, masjid selalu penuh umat muslim termasuk yang datang dari luar Ciputat.

Baca juga: Menelusuri Masjid Jami Tangkuban Perahu di Setiabudi

"Jadi orang mana-mana itu pada datang, bukan cuma orang Ciputat saja. Karena dulu itu belum ada masjid di sekitaran sini, selain ini," ujar Sarifudin.

Kini, masjid itu tak lagi jadi ikon siaran azan magrib TVRI. Namun masjid tersebut kini punya sesuatu yang baru, yaitu marmer hitam berlafaz Allah dan Muhammad di dekat tempat imam yang menyerupai kabah.

"Itu hasil karya arsitek yang dimusyawarahkan dengan dewan pembina masjid yang ada. Jadi seolah menyerupai kabah. Banyak jadi buat foto juga itu," kata Sarifudin.

Baca juga: Sejarah Masjid Jami Kebon Jeruk, Saksi Bisu Penyebaran Islam dari Tiongkok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com