Nurmaya kemudian meneruskan ide berbagi makanan gratis tersebut setelah Lebaran.
Rencana ini kemudian ia beritahukan kepada suami, orangtua, dan saudara-saudaranya.
"Setelah Lebaran tiga minggu, kami sudah mulai lagi," kata Nurmaya.
"Wah, antusias banget responsnya. Malah mereka (saudara-saudara Nurmaya) mau menyumbang tenaga, di luar dugaan saya," ujar dia.
Seiring berjalannya waktu, masalah muncul. Nurmaya ditegur pihak kelurahan.
Baca juga: Rika Andiarti, Penerus Semangat Kartini yang Bergelut di Dunia Penerbangan dan Antariksa
Pihak kelurahan meminta agar Nurmaya tidak membuat kerumunan saat berbagi makanan gratis karena sedang pandemi Covid-19.
"Perbuatan saya memang baik tetapi jangan sampai disalahkan karena menimbulkan kerumunan," kata Nurmaya.
Nurmaya tidak putus asa. Ia memutar otak agar bisa terus berbagi tanpa menimbulkan kerumunan.
Ia kemudian memutuskan untuk 'jemput bola'. Artinya, Nurmaya dan timnya membagikan nasi bungkus dengan cara berkeliling.
"Pernah (membagikan nasi) ke Tanjung Duren, Kebayoran Baru, Tanah Abang, bahkan Kelapa Dua," kata Nurmaya.
Nurmaya mengaku, setiap kali jalan, ia dan timnya membawa sekitar 80 nasi bungkus.
"Pasang surut sih, kadang 70, kadang 80, kadang 60. Ketika nasi bungkus kami banyak, ada donatur yang ngasih. Air mineral, nasi dan lauk, jajan, bahkan uang," kata dia.
Saat berbagi makanan, Nurmaya kerap bertemu dengan orang-orang yang menginspirasinya.
Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang ibu berpakaian lusuh. Ibu tersebut sudah tua.
"Begitu banyak yang beliau bawa, plastik-plastik besar. Tapi dia bukan pemulung," kata Nurmaya.
Nurmaya kemudian memberikan nasi bungkus kepada ibu itu.
Baca juga: Aturan Perjalanan Pakai Kendaraan Pribadi ke Luar Jakarta Selama Larangan Mudik
"Katanya, 'Terima kasih neng, alhamdulillah ketemu nasi hari ini. Saya sekadar cukup buat makan aja alhamdulillah'," kata Nurmaya menirukan ibu itu.
Lewat ibu itu, Nurmaya belajar tentang arti cukup.