Depok, KOMPAS.com - Di usianya yang ke 22 tahun, Depok yang tadinya hanya berupa dusun terpencil di tengah hutan belantara telah tumbuh menjadi kota berpenduduk hampir 2,5 juta jiwa.
Namun, sayang, pertumbuhan penduduk yang pesat ini tidak diiringi dengan pembangunan yang linear sehingga muncul permasalahan-permasalahan klasik kota minim perencanaan: kesemrawutan, kemacetan, dan banjir.
Bahkan, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga menyebutkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok terlihat tidak memiliki visi pembangunan.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: 22 Tahun Terbentuknya Kota Depok dan Kisah Si Tuan Tanah Belanda
Sebagai kota penyangga Jakarta, kata Nirwono, Depok seharusnya bisa ditata setara dengan Surabaya yang memiliki fasilitas umum memadai, mulai dari transportasi publik, jalur pejalan kaki, hingga ruang terbuka hijau.
"Kebetulan saya tinggal di Cinere (Depok), dalam 20 tahun saya tidak melihat arah perkembangan kota Depok yang jelas mau dibawa ke mana, bagaimana penataan kotanya, bagaimana arah perkembangan kotanya," ujarnya.
Lebih lanjut, Nirwono mengatakan bahwa di Cinere sendiri, tidak tampak ada proyek penataan kota selama 20 tahun.
"Semua dibiarkan tumbuh kembang sendiri sehingga kemacetan menjadi makanan sehari-hari," pungkasnya.
Baca juga: Keluh Kesah dan Harapan Warga Sambut HUT Ke-22 Kota Depok
Selama ini, pengembangan Kota Depok tersentralisasi di kawasan Margonda, dengan pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, apartemen, dan pelebaran jalan.
Ini terjadi karena pusat administrasi dan ekonomi Depok memang berada di Jalan Margonda Raya, yang merupakan terusan dari Jalan Pasar Minggu Raya sebagai penghubung dengan Ibu Kota.
"Hal ini mendorong Pemkot membangun infrastruktur kotanya secara besar-besaran (di sana), seperti diadakannya pelebaran jalan dan pembangunan trotoar," papar Nirwono.
Nirwono kemudian menantang Pemkot Depok untuk berani mengembangkan kawasan perkotaan di luar Margonda, melihat potensi yang luar biasa di berbagai wilayah di Depok.
Baca juga: 22 Tahun Kota Depok dan Masalah Sampah yang Menghantui
Cinere, misalnya, dulu terkenal dengan Cinerewood yang sering digunakan sebagai lokasi pengambilan gambar di sejumlah film dan sinetron, ujar Nirwono.
"Ini potensi yang bisa dikembangkan menjadi pusat kawasan kreatifitas perfiman".
Selain itu, ada pula kawasan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gunadarma dan Universitas Islam Internasional yang bisa dikembangkan sebagai pusat kawasan pendidikan nasional dan internasional.
"Situ-situ yang masih ada ditata sebagai kawasan wisata air dan edukasi seperti yang sudah dilakukan di Situ Pengasinan, Sawangan, Depok," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.