Isu prioritas keempat adalah terkait Pengaturan Karyawan Kontrak (PKWT). Dalam dokumen petisi, tertulis bahwa kebijakan PKWT dalam UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan tujuan bernegara karena buruh dapat dikontrak dalam jangka pendek, tanpa periode, dan secara terus menerus atau tanpa batas waktu sehingga menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap (PKWTT).
Kemudian, isu prioritas kelima adalah terkait Pengaturan Tenaga Kerja Asing (TKA). Menurut Said, di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, TKA diberi peluang secara luas untuk bekerja tanpa suatu izin dengan pengawasan terbatas.
"Ketentuan tersebut tidak menunjukan adanya perlindungan kepada pekerja WNI yang semestinya mendapatkan prioritas untuk mengisi posisi/pekerjaan tersebut," tulis Said.
Baca juga: Pemerintah Ajukan Perubahan di RUU Cipta Kerja, TKA Ahli agar Dipermudah Kerja di Indonesia
Menurut Said, diperlukan pengawasan terhadap TKA yang bekerja di Indonesia.
Isu selanjutnya adalah terkait tindak pidana.
"Dalam UU Cipta Kerja diatur: pengusaha yang menggunakan TKA tanpa izin tertulis dari menteri terbebas dari sanksi pidana; dan tidak dibayarkannya UPMK dan UPH tidak disertai ancaman pidana," tulis Said.
"Demi memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh sesuai dengan tujuan bernegara sudah seharusnya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal menggunakan TKA tak berizin dan tidak membayar UPMK dan UPH kepada pekerja dikenai sanksi pidana," kata dia.
Isu kedelapan adalah terkait pengaturan cuti dan istirahat. Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja hak libur (1 hari) hanya diberikan kepada buruh yang bekerja selama 6 hari dalam seminggu.
Baca juga: Perwakilan Buruh Serahkan Petisi Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Kemudian, isu terakhir adalah waktu kerja. Dalam UU Cipta Kerja diatur waktu lembur buruh dapat diberikan kepada buruh sampai dengan 4 jam/hari dan 18 jam/minggu.
Ketentuan tersebut dinilai mengakibatkan waktu kerja buruh menjadi lebih panjang dan mengurangi hak libur bekerja bagi buruh.
Massa unjuk rasa juga melakukan aksi simbolis "kubur omnibus law". Mereka membawa perangkat aksi berbentuk nisan dengan berbagai tulisan.
Nisan yang paling besar diletakkan paling depan bertuliskan "RIP UU CIPTA KERJA". Sementara nisan yang berukuran lebih kecil berjajar di sekitar nisan besar.
Salah satu tulisannya adalah "RIP PHK MURAH". Ada juga yang bertuliskan "RIP BEBASNYA OUTSOURCING", serta "RIP HILANGNYA UMSP".
Sekitar pukul 10.20 WIB, para buruh menaburkan bunga di sekitar nisan-nisan tersebut.
"Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 kami minta dikubur!" kata Riden Hatamajis sambil menaburkan bunga.
"Sebagai informasi, unjuk rasa hari ini akan dilakukan teatrikal 'kuburan massal korban-korban omnibus law' sebagai simbol sudah banyaknya korban yang berjatuhan akibat penerapan beleid sapu jagad ini," tutur Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono, Sabtu.
Baca juga: Demo di Istana dan Gedung MK, Massa Buruh Akan Buat Kuburan Massal Korban Omnibus Law