Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Pemijat Tunanetra di Masa Pandemi Covid-19, Kadang-kadang Tak Ada Pasien Sampai 10 Hari

Kompas.com - 07/05/2021, 12:55 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Suyatmo (55) hanya bermain gitar di teras malam itu. Jemarinya menari lincah di atas senar gitar. Malam itu dia sedang tak memijat pasien.

Jemari Dwi (47) tak kalah lincah dengan Suyatmo. Bedanya, malam itu Dwi sedang memijat pasien.

Setahun ke belakang, Suyatmo dan Dwi tak beruntung. Penghasilan mereka dari memijat pasien jadi tak menentu selama masa pandemi Covid-19. Suyatmo dan Dwi merupakan pemijat tunanetra di Panti Pijat Tunanetra Berdikari 2 di Jalan Sungai Sambas IX, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Agak menurun, Mas. Menurun selama pandemi Covid-19," ujar Suyatmo saat ditemui akhir April lalu.

Baca juga: Kibor Piano untuk Mbah Jo, Pemijat Tuna Netra di Terminal Banyuwangi

Kedatangan pasien tak menentu setiap hari. Panti pijat tempat Suyatmo dan Dwi kerja seringkali kosong selama berhari-hari. Tak ada pasien yang datang.

"Pasien ya enggak tentu sekarang. Sebelum Covid-19, kadang-kadang bisa kebagian dua-dua pasien per orang seharinya. Kadang-kadang tiga, kadang dua orang. Yang jelas lancar. Setiap hari ada pemasukan. Pas masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini kan enggak," kata Suyatmo.

Dwi (47), pemijat tunanetra sedang memijat pasien di Panti Pijat Tunanetra Berdikari 2 di Jalan Sungai Sambas IX, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (30/4/2021) malam.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Dwi (47), pemijat tunanetra sedang memijat pasien di Panti Pijat Tunanetra Berdikari 2 di Jalan Sungai Sambas IX, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (30/4/2021) malam.

Langganan-langganan mereka di tengah masa pandemi Covid-19 jarang datang. Pelanggan mereka biasanya pegawai swasta dan pegawai negeri. Suyatmo menduga pelanggannya takut dengan aturan pemerintah semasa PSBB.

Biasanya, pelanggannya datang saat jam istirahat. Mereka menyempatkan diri datang ke tempat pijat di tengah jam kerja dan jam makan.

Suyatmo dan Dwi biasanya berada di panti pijat walau tak ada pasien. Mereka mengeluhkan sepinya pasien selama pandemi Covid-19 ini.

"Waaah, bisa seminggu enggak dapet. Kadang 10 hari enggak ada pasien. Jarang dapet. Benar Mas nurun drastis masa PSBB. Dulu pas di Sambas VI selama bulan Maret tahun lalu masih lumayan. Kadang sebulan bisa masuk 50 pasien. Sekarang, wah kacau!," tambah Suyatmo.

Pada April lalu, hanya ada sekitar 5-10 pasien yang datang ke panti pijat itu. Selama masa PSBB, Suyatmo dan Dwi mengaku lebih banyak menganggur.

"Selama PSBB, banyak nganggurnya. Ini sepi, pasiennya menurun. Rata-rata panti di Jakarta sama. Enggak kami sendiri kok, panti mana saja seluruh Jakarta di masa PSBB ini. Yang kerja-kerja dibatasi. Mau gimana?" kata Suyatmo yang telah menjadi tukang memijat sejak tahun 1980-an.

Suyatmo (55), pemijat tunanetra duduk dan bermain gitra di teras Panti Pijat Tunanetra Berdikari 2 di Jalan Sungai Sambas IX, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (30/4/2021) malam. Ia mengisi waktu luang saat tak ada pasien pijat di panti tunanetra.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Suyatmo (55), pemijat tunanetra duduk dan bermain gitra di teras Panti Pijat Tunanetra Berdikari 2 di Jalan Sungai Sambas IX, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (30/4/2021) malam. Ia mengisi waktu luang saat tak ada pasien pijat di panti tunanetra.

Namun, mereka mensyukuri keadaan yang dialami. Mereka tak perlu menyewa rumah tinggal. Suyatmo dan Dwi bisa tinggal di panti pijat.

"Alhamdulillahnya di sini enggak bayar kontrak. Itu aja. Paruhan kerja sama dengan yang punya rumah. Dulu pas di Sambas VI, itu harus kejar target. Setahun kan kontraknya Rp 70 juta," tambah Suyatmo.

Sebelum pandemi Covid-19, Suyatmo bisa mendapatkan penghasilan kotor sekitar Rp 2 juta. Ia menyisihkan sebagian penghasilannya untuk dikirim ke keluarganya.

Pendapatannya yang sekarang dia dapatkan hanya bisa digunakan untuk membayar listrik. Pemilik rumah selaku pihak yang mengadakan kerja sama dengan mereka jarang menerima uang. 

Baca juga: Pemijat, Tempat Atlet Mengadu

"Wah banyak ya keluh kesahnya. Suka dukanya, atau enggak ada pemasukan, alhamdulillah kontrakan ini kerja sama. Kalau mengharap datang dari pasien, ini nol. Betul-betul nol. Harapan buat pemerintah, wah. Kira-kira pemerintah ada pengertian ya. Kalau enggak gimana ya?" ujar Suyatmo diakhiri tertawa getir.

"Bingung kami," kata Dwi menanggapi ucapan Suyatmo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur Mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya Hingga Sarjana

Sayur Mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya Hingga Sarjana

Megapolitan
Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Megapolitan
Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Megapolitan
Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Megapolitan
Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com