Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Mudik Lokal Jabodetabek: Warga dan Pemerintah Daerah Sama-sama Bingung

Kompas.com - 08/05/2021, 06:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Juru bicara Satgas Covid-19 RI Wiku Adisasmito telah menyatakan bahwa pada 6-17 Mei 2021 mudik lintas provinsi ataupun mudik secara lokal di wilayah aglomerasi sama-sama dilarang.

Wilayah aglomerasi merupakan beberapa kabupaten/kota yang berdekatan dan saling menyangga, seperti Jabodetabek.

Wiku berdalih, sejak awal, pemerintah tak pernah membedakan larangan mudik lintas provinsi ataupun mudik lokal di wilayah aglomerasi.

"Tidak pernah ada istilah itu (mudik lokal) dari pemerintah. Dan dari awal, apa pun bentuk mudiknya tidak diperbolehkan," kata Wiku saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: Aturan Larangan Mudik Lintas Jabodetabek: Pusat Berubah-ubah, Kepala Daerah Bingung

Larangan mudik mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021.

Beleid tersebut mengatur, sebagian besar, soal peniadaan angkutan selama masa larangan mudik 6-17 Mei 2021.

Peniadaan operasional angkutan dianggap sama dengan peniadaan pergerakan warga.

Pangkal masalah soal mudik lokal terletak pada Pasal 3 ayat (3) dan (4).

Pada ayat (3) diterangkan bahwa peniadaan angkutan, selain dikecualikan bagi pejabat negara dan aktivitas sektor esensial, juga dikecualikan untuk angkutan yang beroperasi di kawasan aglomerasi.

Pada ayat (4) disebutkan sejumlah kawasan aglomerasi yang dimaksud, salah satunya Jabodetabek.

Ditafsirkan, di Jabodetabek, pengecualian peniadaan angkutan dianggap sama dengan pengecualian larangan mudik.

Baca juga: Pemprov DKI Putuskan Tempat Wisata Tetap Dibuka Saat Libur Lebaran

Wiku menyadari bahwa telah terjadi kebingungan di masyarakat.

"Untuk memecah kebingungan di masyarakat soal mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi," ujar Wiku dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (6/5/2021).

Masalahnya, yang bingung bukan hanya masyarakat, melainkan juga pemerintah daerah.

Kebingungan itu bermuara pada satu pertanyaan: bagaimana membedakan pemudik dan bukan pemudik di Jabodetabek sebagai kawasan aglomerasi?

Dikira-kira saja...

Dalam keterangan resmi kemarin, Wiku bilang, pengecualian di wilayah aglomerasi berfokus pada layanan transportasi untuk kegiatan esensial harian, seperti bekerja, memeriksakan kesehatan, logistik, dan sebagainya.

Namun, dalam pelaksanaannya, keadaan jauh lebih rumit daripada pernyataan di media ataupun keterangan di atas kertas.

Situasi kompleks dihadapi oleh aparat pemerintah daerah di lapangan yang mengeksekusi kebijakan.

Baca juga: Mudik Lokal Boleh atau Tidak? Ini Penjelasan Pemerintah

"Ini yang kami lagi bingung. Karena kemarin waktu rapat sama Menteri Dalam Negeri, mudik boleh di wilayah aglomerasi. Terus sekarang tiba-tiba ganti,” ungkap Wali Kota Tangerang, Arief Wismansyah, Kamis (6/5/2021) malam.

“Kami yang di lapangan bingung jadinya," kata dia.

Situasi membingungkan juga dialami Pemprov DKI Jakarta yang wilayahnya rutin disambangi penduduk dari kota dan kabupaten di sekitarnya.

Bagaimana memilah warga Bodetabek yang pergi ke Jakarta untuk kebutuhan mendesak, atau yang hendak beli makanan, yang harus berangkat kerja, dan yang ingin bersilaturahmi ke rumah orangtua?

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, Arifin, mengutarakan bahwa untuk urusan kerja, pegawai dari Bodetabek ke Jakarta harus mengantongi surat tugas dari pimpinan perusahaan.

“Jadi kalau ada (surat tugas) ya kita lihat, betulkah dia sebagai pegawai di perusahaan itu dan dalam rangka pelaksanaan tugas," kata Arifin, Jumat.

Baca juga: Kemenhub: Selama Larangan Mudik, Transportasi Umum di Wilayah Aglomerasi Boleh Beroperasi

Arifin tidak mengatakan di mana pos-pos pemeriksaan itu.

Soal bagaimana aparat memverifikasi bahwa benar pegawai itu bekerja di perusahaan yang dimaksud pun, masih tanda tanya.

Akhirnya, pengawasan di lapangan hanya berbasis kira-kira.

Sebab, perihal keharusan membawa surat tugas juga tak pernah ada dalam peraturan mana pun sejak awal.

Pengawasan berbasis kira-kira itu jelas tampak dalam pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liput, ketika ditanya bagaimana memilah pemudik dan nonpemudik di Jabodetabek.

“Jadi begini, pengalaman kami kemarin begitu dilihat ada mobil yang sudah memiliki bawaan banyak, langsung disetop, dicek. Ada mobil yang tanpa bawaan banyak, dicek, begitu ditanyakan (dijawab) mudik. Karena penumpangnya cukup ramai," ucap Syafrin, Jumat.

Pengawasan lebih sulit kepada pengendara sepeda motor.

Baca juga: Mudik Dilarang di Wilayah Aglomerasi, Ini Aktivitas Perjalanan yang Dibolehkan

Syafrin mengakui, karena kesulitan itu, belum ada penindakan terhadap pengendara sepeda motor sejauh ini.

"Karena memang identifikasi awal mereka mudik itu membawa barang cukup banyak," kata Syafrin.

Wali Kota Bogor, Bima Arya, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Bogor akan melakukan tes antigen terhadap semua pendatang. Namun, ia sendiri mengaku sulit membedakan pemudik dan nonpemudik.

“Ini tidak mudah membedakan mana yang mudik, mana yang nonmudik. Tapi kita akan berusaha maksimal mengatur itu,” kata Bima, Jumat.

Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, malah tak menyiapkan titik penyekatan, sehingga keluar masuk Tangsel pada masa larangan mudik tak butuh melengkapi diri dengan syarat apa pun.

Lagi pula, menurut Benyamin, penyampaian larangan mudik lokal sudah terlambat.

"Ya sekarang kondisinya sudah begini. Agak sulit untuk mencegah masyarakat untuk tidak mudik lokal," kata Benyamin, Jumat.

Baca juga: Warga Bisa Keluar Masuk Tangsel Tanpa Syarat Apapun Selama Larangan Mudik

Sebagai perbandingan, bukan hanya pemerintah daerah Jabodetabek yang punya tafsir masing-masing atas larangan mudik lokal di kawasan aglomerasi.

Putra Presiden RI Joko Widodo, sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming, mengizinkan mudik lokal di Solo Raya.

Sebelumnya, ia sempat melarang pemudik masuk Solo, tetapi mengizinkan wisatawan masuk Solo.

Pada akhirnya, seluruh kebingungan dikembalikan kepada warga, kendati warga juga menyimpan kebingungan serupa.

Warga diminta kesadarannya mematuhi protokol kesehatan, atau jika mampu, menghindari mudik termasuk mudik lokal.

"Yang kami harapkan, mereka bisa menjaga kesehatan selama perjalanan dari tempat mudik sampai kembali ke (wilayah) kita," kata Benyamin.

"Kembali lagi kepada masyarakatnya. Kami mengimbau untuk taat dalam melaksanakan ketetapan pemerintah untuk tidak mudik pada masa peniadaan angkutan Lebaran tahun ini," ujar Syafrin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Motor Adu Banteng dengan Pembalap Liar di Bekasi, Seorang Perempuan Tewas di Tempat

Motor Adu Banteng dengan Pembalap Liar di Bekasi, Seorang Perempuan Tewas di Tempat

Megapolitan
Diberi Mandat Maju Pilkada DKI 2024, Ahmed Zaki Disebut Sudah Mulai Blusukan

Diberi Mandat Maju Pilkada DKI 2024, Ahmed Zaki Disebut Sudah Mulai Blusukan

Megapolitan
Polisi Tangkap 4 Remaja yang Tawuran di Bekasi, Pelaku Bawa Busur dan Anak Panah

Polisi Tangkap 4 Remaja yang Tawuran di Bekasi, Pelaku Bawa Busur dan Anak Panah

Megapolitan
Cerita Lupi Tukang Ojek Sampan Didera Perasaan Bersalah karena Tak Mampu Biayai Kuliah Anak

Cerita Lupi Tukang Ojek Sampan Didera Perasaan Bersalah karena Tak Mampu Biayai Kuliah Anak

Megapolitan
Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Megapolitan
MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Terealisasi

MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Terealisasi

Megapolitan
Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Megapolitan
Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Megapolitan
Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Megapolitan
Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Megapolitan
Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com