TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Sekilas, tampak tak ada yang istimewa dari Masjid Jabalurrahmah yang terletak di Jalan Gunung Raya, Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Namun, siapa sangka, masjid yang diwakafkan oleh Teuku Laksamana Oemar dan Teuku Muhammad Tajib Idie pada 2007 itu menyimpan sejarah bagi masyarakat Tangerang Selatan, khususnya warga Jalan Gunung.
Masjid Jabalurrahmah menjadi saksi bisu bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang terjadi pada 27 Maret 2009.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tanggul Situ Gintung Jebol, 99 Orang Meninggal
Ditemui Jumat (7/5/2021), Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Jabalurrahmah Muhammad Iskandar menceritakan, bencana jebolnya tanggul Situ Gintung begitu dahsyat, menyapu rumah-rumah warga di sekeliling masjid.
"Kejadian tepat saat azan subuh, saat kalimat hayya alashshalaah itu langsung jebol, hanya hitungan detik. Air mengalir terus sampai tinggi dan arus kencang." kata Iskandar.
Kala itu, air bah meluluhlantakkan bangunan di wilayah Situ Gintung.
Tercatat tak kurang dari 150 orang meninggal dunia akibat bencana itu.
Masjid Jabalurrahmah menjadi satu dari sedikit bangunan yang tetap kokoh berdiri diterpa derasnya air bah.
Baca juga: Masjid Kubah Emas Depok, Dibangun Megah Tanpa Hitung Biaya untuk Ingat Kebesaran Tuhan
Masyarakat yang menyaksikan kejadian kala itu mencoba mengabadikan momen tersebut seraya mengingat keagungan Tuhan.
"Masjid ini kerusakan tidak fatal. Hanya pintu, jendela, dan pagar saja yang kebawa (arus air). Kalau kita lihat waktu itu berdiri di sini sudah seperti lapangan (rata)," kata Iskandar.
Setelah Masjid Jabalurrahmah direnovasi, kondisi bangunan tidak diubah dari sebelum bencana terjadi.
Dinding-dinding yang sempat diterpa derasnya air masih dipertahankan. Hanya ada beberapa bangunan yang ditambahkan.
Baca juga: Masjid Agung Al-Barkah Bekasi: Dari Surau di Tanah Wakaf Menjelma Miniatur Timur Tengah
Saat bencana terjadi, lemari kayu dengan pintu kaca berisi kitab suci tetap utuh, padahal sejumlah barang lain yang hancur.
"Ada satu lemari. Saat kejadian hanya isi yang keluar. Lemari tidak rusak, kaca tidak pecah. Itu utuh dan sekarang masih ada di perpustakaan," katanya.
Sementara itu, marbot atau kaum Masjid Jabalurrahmah Dadang menceritakan dahsyatnya bencana yang ia lihat dari lantai dua masjid pada subuh kala itu.
Batu, kayu, hingga pecahan dinding yang besar dengan mudahnya terbawa arus air hingga menghancurkan rumah warga di depan masjid.
Baca juga: Masjid Agung Al Jihad di Ciputat, Ikon Azan Maghrib TVRI Tahun 1960-an
"Ada satu warga namanya Pak Gunawan, istrinya tidak selamat. Sempat ditolong. Saya juga dari lantai dua saat itu langsung cepat-cepat kabur dari tangga masjid," kata Dadang mengingat peristiwa itu.
Kini, sudah 12 tahun bencana itu terjadi. Dadang dan masyarakat sekitar memetik hikmah di balik bencana itu untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Dulu, orang-orang berpacaran dan bermaksiat di bibir Situ Gintung. Setelah bencana tanggul jebol, tak ada lagi kegiatan maksiat tersebut.
"Dulu itu kita jalan (di sekitar Situ Gintung) kitanya yang malu, tapi sekarang alhamdulillah," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.