JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyinggung kasus pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang tidak perlu dipidanakan.
Hal itu disampaikan Refly saat dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (10/5/2021).
Awalnya, Rizieq bertanya kepada Refly soal pelanggaran prokes yang sudah dikenakan denda, tetapi tetap dipidanakan dengan Pasal 160 KUHP dan pasal-pasal lain.
Refly kemudian menjawab, dalam pelanggaran pidana, ada dua prinsip hukum yaitu mala in se dan mala prohibita.
Baca juga: Rizieq Shihab Masih Ingin Hadirkan Saksi Meringankan, Sidang Tuntutan Diundur
Mala in se adalah pelanggaran pidana yang masih bisa diselesaikan perkaranya di luar hukum, sedangkan mala prohibita sebaliknya.
Refly menyebut, kasus pelanggaran prokes yang sudah dibayarkan dendanya tidak perlu dipidanakan.
"Kalau sanksi misalnya, sanksi nonpidana bisa diterapkan dan yang menerima sanksi tersebut juga patuh misalnya, ya maka untuk apalagi kita sanksi pidana untuk kasus itu?" tutur Refly.
Refly menyebut, hukum bukan dipakai untuk balas dendam. Hukum harus merestorasi atau restoratif justice.
"Tujuan dari hukum itu tertib sosial. Kalau manusianya sudah tertib sudah patuh misalnya, untuk apalagi dihukum," kata Refly.
Sebelumnya, Rizieq Shihab yang terjerat kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 mengatakan dirinya sudah membayar denda Rp 50 juta.
Baca juga: Pertanyakan Satu Pasal dalam Dakwaan Rizieq Shihab, Ahli: Tidak Membicarakan Soal Kerumunan
Sehingga, menurut dia, proses hukum terhadap dirinya tidak dapat lagi dilakukan, atau sesuai dengan asas nebis in idem seperti yang tertulis dalam Pasal 76 KUHP, tulis kuasa hukum Rizieq dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan Jumat (26/3/2021).
Berdasarkan eksepsi tersebut, diberitakan bahwa Rizieq dan Front Pembela Islam (FPI) membayar sanksi denda administratif pada hari Minggu (15/11/2020), atau sehari usai terjadinya kerumunan di kediaman Rizieq di Petamburan, Jakarta Pusat.
Kerumunan tersebut berkaitan dengan acara pernikahan putri keempat Rizieq yang dibarengi dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sekitar 10.000 orang hadir dalam acara tersebut. Kerumunan itu terjadi saat pemerintah sedang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19.
Terkait argumentasi Rizieq sudah membayar denda Rp 50 juta terkait pelanggaran yang dilakukannya, menurut majelis hakim, hal itu hanya bersifat administratif.
"Pembayaran denda administratif yang dikeluarkan Satpol PP DKI Jakarta, bukan sanksi dari lembaga peradilan tetapi pemberian sanksi tersebut bersifat administratif dari pemerintah DKI Jakarta," kata hakim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.