Dari foto yang beredar, rombongan pesepeda road bike terlihat memenuhi badan jalan. Mereka tidak melintas di lajur kiri.
Ada yang menyesalkan sikap pengendara sepeda motor tersebut. Namun, banyak pula yang membelanya. Pengendara motor dianggap mewakili kekesalan pengguna jalan akan sikap rombongan pesepeda sport yang dianggap arogan sejak meningkatnya tren sepeda di Jakarta.
Namun, terlepas dari masalah tersebut, ada satu hal yang jadi kekhawatiran kalangan pesepeda yang biasa bersepeda untuk mobilitas, yakni kekhawatiran akan stigma negatif terhadap seluruh pesepeda tanpa pengecualian.
Hal lain yang tak kalah penting untuk dikhawatirkan adalah takut apabila kekisruhan tersebut membuat otoritas terkait memutuskan membongkar jalur sepeda terproteksi.
"Saat ini mulai timbul persoalan baru di jalan raya. Ada ketidaksukaan pengguna kendaraan bermotor kepada pengguna sepeda apapun tujuan bersepedanya," kata Ketua Komunitas Bike2Work Indonesia Poetoet Soedarjanto kepada Kompas.com, Minggu (30/5/2021).
Baca juga: Viral Foto Pemotor Acungkan Jari Tengah ke Rombongan Pesepeda, Ini Kata Komunitas Sepeda
Bike2Work Indonesia adalah salah satu pihak yang selama ini sangat konsen dalam advokasi pesepeda. Mereka turut memperjuangkan adanya jalur sepeda terproteksi. Bike2Work Indonesia juga aktif mengkampanyekan etika dan tata tertib dalam bersepeda.
Tak ayal, ego dan arogansi pesepeda sport tentu saja menodai segala upaya yang selama ini diperjuangkan Bike2Work dan para pegiat transportasi ramah lingkungan lainnya.
Teman-teman di @B2WIndonesia bertahun-tahun mencoba mempopulerkan ini. Mudah? Tentu tidak, tantangannya banyak. Dari regulasi dan infrastruktur yang belum mendukung, hingga dukungan masyarakat. Yuk kita dukung gerakan ini!
— Greenpeace Indonesia (@GreenpeaceID) May 30, 2021
"Yang juga harus dikemukakan dan ditegaskan adalah mereka yang termasuk perilakunya tidak tertolong lagi itu, ya, sebagian dari pengguna sepeda balap, sepeda sport. mereka sudah keterlaluan. mereka egois.<1/6>," tulis Bike2Work dalam rangkaian kicauan yang mereka unggah pada Sabtu (29/5/2021).
Co-Founder Transport for Jakarta Adriansyah Yasin Sulaeman juga punya kekhawatiran serupa. Seperti Bike2Work Indonesia, Adriansyah juga aktif memperjuangkan kepentingan pesepeda dan kalangan non-pengguna kendaraan bermotor lain di Ibu Kota.
Jauh sebelum viralnya foto pengendara motor vs rombongan road bike, Yasin sudah berulang kali menyuarakan kekesalannya pada sebagian pengendara sepeda road bike.
"Semangat @B2WIndonesia, PR kita semua untuk menumbuhkan budaya bersepeda sebagai alat mobilitas harus dibuat lebih sulit dengan keberadaan tim peloton rekrasional. Makannya dari awal saya selalu state kepada siapa yang sebetulnya kita perjuangkan:" tulis Yasin dalam rangkaian kicauan yang juga ia unggah pada Sabtu kemarin.
Lewat beberapa kicauan terbarunya, Yasin juga menautkan beberapa kicauan lamanya, salah satunya kicauannya pada 28 Januari 2021. Saat itu, ia mengunggah empat foto yang menampilkan para pesepeda kalangan pekerja informal yang ia anggap sebagai pelopor mobilitas urban yang ramah lingkungan.
"Pesepeda paling tangguh dan keren di Jakarta bukanlah mereka yang sampe perlu jasa voorijder sendiri. Ini lah mereka pesepeda Jakarta yang paling tangguh sebenarnya:" tulis Yasin lewat kicauan lain pada 6 November 2020.
Infrastruktur pesepeda yg terus kita perjuangkan bukan untuk mengakomodasi RB rekrasional
Mereka dibangun u/ mengutamakan keselamatan pesepeda pemula dan pesepeda rentan yang selama ini takut akan bersepeda
Tapi selalu dirisak sama kelakuan yg sebelahhttps://t.co/s29jlBv7wL
— Adriansyah Yasin Sulaeman (@adriansyahyasin) May 29, 2021
Kegiatan bersepeda memang aktivitas yang baik seperti halnya berjalan kaki. Semakin banyak orang yang berjalan kaki dan bersepeda, serta mengkombinasikannya dengan transportasi umum untuk mobilitas harian, tentunya dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi. Sisi positifnya tentu mengurangi kemacetan dan polusi.
Baca juga: Dilema Naik Transportasi Umum di Ibu Kota: Bantu Kurangi Macet Tapi Dibikin Ribet
Pesepeda, seperti halnya pejalan kaki, juga merupakan kalangan yang harus diutamakan di atas pengguna kendaraan bermotor. Hal itu bahkan sudah ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda," tulis ayat 2 pada pasal 106.
Namun, mendapat keutamaan bukan berarti bisa sewenang-wenang. Sebab, di jalan raya ada peraturan yang harus dipatuhi oleh semua pihak.
Sepeda sebagai kendaraan non-bermotor tentunya harus berjalan di sisi kiri yang merupakan lajur paling lambat. Tak peduli seberapa mahal harga sepeda tersebut.
Hal itu tercantum dalam Pasal 108 yang membahas tentang Jalur atau Lajur Lalu Lintas.
Berikut isi lengkap dari pasal tersebut:
(1) Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus
menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.
(2) Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika:
a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di depannya; atau
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk digunakan sementara
sebagai jalur kiri.
(3) Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.
(4) Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.yang mereka abaikan: undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan itu sebetulnya mengatur pengguna jalan untuk urusan transportasi, bukan untuk berolahraga. bukan pula (apalagi) melayani ego orang per orang.<6/6>
— Bike2Work Indonesia (@B2WIndonesia) May 29, 2021