Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 dan Sudut Kota yang Tak Kunjung Bangkit

Kompas.com - 02/06/2021, 06:10 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi pada pertengahan Mei 1998 silam menjadi salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia.

Penjarahan masif yang terjadi, disertai beragam kekerasan termasuk pemerkosaan dan pelecehan, merupakan imbas dari peristiwa penembahan terhadap mahasiswa Universitas Trisakti kala itu.

Empat siswa dinyatakan tewas tertembak peluru tajam aparat yang tengah mengamankan demonstrasi menuntut turunnya Presiden Soeharto dari jabatan yang sudah dilakoninya selama 32 tahun.

Kekerasan yang terjadi di berbagai penjuru Ibu Kota selama kurang lebih tiga hari ini terutama sekali menyasar etnis Tionghoa.

Toko-toko mereka dijarah hingga tak bersisa.

Salah satu daerah yang mengalami kerusuhan hebat adalah kawasan Glodok, Jakarta Barat, yang merupakan salah satu kawasan Pecinan terbesar di Batavia.

Pada hari-hari berdarah itu, ribuan warga menyerbu Glodok untuk menjarah berbagai barang, mulai dari komputer hingga kulkas.

Peristiwa itu sudah berlalu selama 23 tahun, tetapi sisa-sisa ingatan kelamnya masih tampak.

Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok.Fernando Randy Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok.

Bila berjalan di sekitar Pintu Besar Selatan, akan sangat terasa bagaimana kerusuhan ini bukan hanya merenggut harta benda tapi juga menimbulkan trauma yang tidak bisa hilang.

“Saya masih Sekolah Dasar. Seingat saya, toko saya tidak dijarah, karena mungkin hanya jual pipa air,” ujar A ling (31), anak salah satu pemilik toko di Pintu Besar Selatan, kepada Historia.

Namun, tokonya tetap rusak karena penimpukan batu oleh massa tak dikenal.

Nasib lebih nahas menimpa tetangga A Ling. Toko tersebut dijarah dan kemudian tidak beroperasi lagi hingga sekarang.

"Sudah lama ditinggalkan pemiliknya," lanjutnya.

Saat Historia menelusuri kawasan Pintu Besar Selatan, terlihat banyak sekali bangunan terbengkalai. Ada yang tergembok rapat, ada pula yang dibiarkan kosong.

Mereka seakan ingin mengubur ingatan akan peristiwa kelam itu dalam-dalam.

Salah satu bukti bahwa trauma tersebut tidak pernah sembuh dari warga etnis Tionghoa adalah mereka beramai-ramai memasang teralis besi di setiap jendela rumah dan tokonya untuk perlindungan diri.

Suasana kawasan Pintu Besar Selatan Glodok menjelang malam.Fernando Randy Suasana kawasan Pintu Besar Selatan Glodok menjelang malam.

Ketika memasuki malam, situasi kelam kian terasa di sepanjang lorong itu. Tembok yang retak, suasana sunyi, dan bangunan tak berpenghuni.

Itu semua tentu saja akan tetap menjadi saksi bisu peristiwa kekerasan berdarah terorganisir pada Mei 1998 sekaligus menjadi pengingat bahwa peristiwa yang memakan korban hampir ribuan orang tersebut tentu saja tidak boleh terulang kembali di negeri ini (Historia/Fernando Randy)

Artikel di atas telah tayang di Historia.id dengan judul "Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 di Glodok".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com