JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komunitas Bike 2 Work, Poetoet Soerdjanto mempertanyakan kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait izin penggunaan jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang dua arah bagi pesepeda road bike.
Menurut Potoet, kalau pun kebijakan tersebut tetap diterapkan nantinya, semestinya tidak menggunakan jenis sepeda tertentu.
"Saran kami kalau misalnya mengeluarkan kebijakan baru tersebut, jangan dikotomi dengan sepeda tetapi dengan batasan kecepatan minimum," kata Poetoet saat dihubungi Kompas.com, Rabu (2/6/2021).
Baca juga: Karpet Merah untuk Pesepeda Road Bike di Jakarta...
Poetoet menekankan, ada jenis sepeda lain yang memiliki tingkat kecepatan yang sama dengan sepeda jenis road bike.
"Karena apa? Yang mampu melesat dengan kecepatan tinggi itu tidak hanya teman-teman road bike, ada teman-teman-teman dengan jenis sepeda lain yang kecepatannya juga kurang lebih bisa sama dengan pengguna sepeda road bike," tutur Poetoet.
"Jadi saya kira akan fair kalau rambu itu dipasang adalah sepeda dengan kecepatan minimum misalnya 30 km / jam atau 32 km/ jam. Jadi kalau hanya road bike masalah kecepatan dia hanya 15-20 km/jam kan ya enggak ada guna juga. Jadi mohon tidak dikotomi sepeda tapi lebih kepada batasan minimum kecepatan," lanjutnya.
Petoet menilai, hal itu bisa menimbulkan masalah sosial baru seperti diskriminasi di antara para pengguna sepeda.
"Ini jadinya membedakan status sepeda, ada dikotomi jalur sepeda, menurut saya ini menjadi tidak baik di kalangan pengguna sepeda," ujarnya.
Baca juga: Ketua B2W: Motor Dilarang Melintas JLNT karena Alasan Keselamatan, Mengapa Sepeda Boleh?
Meski demikian, Poetoet menyarankan JLNT tidak digunakan untuk pesepeda. Ia menyinggung pengendara motor yang dilarang melintas di JLNT tersebut dengan alasan keselamatan.
Ia merasa heran mengapa justru sepeda road bike diizinkan menggunakan jalan tersebut.
"Kalau saya boleh kritik mohon maaf ada satu kebijakan melewati JLNT Casablanca. Nah itu kan, sebelumnya sudah ada aturan sepeda motor dilarang melintas dengan alasan keselamatan jalan, kalau tidak salah hembusan angin," kata Poetoet.
"Lah kalau sepeda motor saja dilarang karena keselamatan, kenapa sepeda dibolehkan?" sambungnya.
Menurut Poetoet kebijakan tersebut nampak kontradiktif.
"Ini kan sesuatu yang tidak nyambung, tidak masuk akal. Motor lebih berat dilarang, tetapi sepeda lebih ringan malah dibolehkan," ujarnya.
Poetoet khawatir, kebijakan tersebut akan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Ia mengimbau kepada para pengguna sepeda untuk mencari jalur lain.