Yono, pesepeda non road bike salah satu korbannya.
"Mangkel saya! Tiba-tiba saya disuruh keluar karena sepeda saya berbeda," kata Yono saat ditemui di depan Citywalk Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (6/6/2021).
Baca juga: Sepeda Biasa Diminta Keluar Lintasan Road Bike di JLNT, Pesepeda: Mangkel Saya!
Dia menilai, kebijakan tersebut sangat diskriminatif karena memberikan fasilitas jalur hanya dengan melihat jenis sepeda saja.
Padahal, menurut Yono, JLNT Cablanca memiliki dua lajur lebar yang bisa berbagi dengan sepeda non road bike.
"Sangat diskriminatif, karena kan sebenarnya bisa kami diberikan di jalur lambat," ucap dia.
Darta yang menggunakan non road bike juga marah karena dikeluarkan dari JLNT.
Darta menilai jalur road bike yang dibuat Pemprov DKI merupakan kebijakan yang melabeli masyarakat berdasarkan harga sepeda.
"Harga road bike itu minimal Rp 25 juta lho, saya merasa dibedakan," ucap Darta.
Darta meminta agar Pemprov DKI tidak melakukan diskriminasi seperti saat ini, karena pesepeda non road bike juga ingin berolahraga di JLNT Kampung Melayu-Tanah Abang.
"Saya pembayar pajak kok, saya juga ingin menikmati jalan. Ini kan jalan merdeka (untuk semua)," ucap Darta.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo memakai alasan kecepatan untuk melarang pesepeda selain road bike melintas di jalur JLNT.
Baca juga: Ini Alasan Dishub DKI Larang Pesepeda Selain Road Bike Lintasi JLNT Kampung Melayu-Tanah Abang
Alasan dia, pesepeda selain road bike memiliki kecepatan rendah dengan rata-rata 20 kilometer per jam.
Sedangkan pesepeda road bike berada di kecepatan rata-rata 40 kilometer per jam. Perbedaan kecepatan dinilai bisa menimbulkan kecelakaan.
Alasan pelarangan tersebut menjadi pedebatan di kalangan pesepeda. Jika memakai alasan kecepatan laju sepeda, mengapa pemerintah hanya merujuk satu jenis sepeda?
Apakah semua pesepeda road bike selalu kencang? Tidak!