JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan kasus tes usap di RS Ummi Bogor dengan terdakwa Rizieq Shihab pada Kamis (10/6/2021).
Agenda sidang adalah pembacaan pleidoi atau nota pembelaan dari terdakwa dan tim penasihat hukum.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, Rizieq dituntut enam tahun penjara terkait kasus tes usap RS Ummi tersebut.
Eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu diyakini bersalah dan melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Berikut pleidoi yang disampaikan Rizieq Shihab:
Rizieq menilai, jaksa penuntut umum (JPU) menjadikan kasus pelanggaran protokol kesehatannya di RS Ummi jauh lebih jahat dan berat dibandingkan kasus korupsi.
Ia kemudian mengambil contoh tuntutan kasus red notice dan kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Djoko Tjandra.
"Bahwa dalam kasus korupsi Djoko Tjandra, ternyata Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki masing-masing hanya dituntut empat tahun penjara," kata Rizieq.
Sementara itu, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte, lanjut Rizieq, hanya dituntut tiga tahun penjara terkait kasus red notice Djoko Tjandra.
"Dan Brigjen Prasetijo lebih ringan lagi, hanya dituntut 2,5 tahun penjara," tutur Rizieq.
Rizieq juga membandingkan tuntutan jaksa terkait kasus yang menjerat mantan bos Garuda Indonesia Ari Askhara.
Ari hanya dituntut satu tahun penjara terkait penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton.
"Bahwa dalam konferensi pers online Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 19 April 2020, dipaparkan data yang menunjukkan bahwa sepanjang 2019, dari 911 terdakwa korupsi, 604 orang dituntut di bawah empat tahun penjara," kata Rizieq.
Baca juga: Dituntut 6 Tahun Penjara di Kasus Tes Usap, Rizieq Shihab: Tuntutan Tak Masuk Akal, bahkan Sadis
Tuntutan kasus penyiraman air keras ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan juga disinggung Rizieq.
"Penyiram air keras ke penyidik KPK hanya dituntut satu tahun penjara, tapi kasus pelanggaran protokol kesehatan dituntut enam tahun penjara," kata Rizieq.
"Selain itu, ternyata juga bagi JPU bahwa kasus pelanggaran protokol kesehatan bukan hanya kejahatan biasa, tapi kejahatan luar biasa," imbuhnya.
Dalam pleidoi, Rizieq menyebutkan sejumlah pertemuannya dengan Wiranto, Budi Gunawan, hingga Tito Karnavian saat berada di Arab.
Rizieq mengeklaim, tahun pertamanya di Arab Saudi sebelum dirinya dicekal, ia selalu membuka diri dan mengajak Pemerintah Indonesia berdialog dan menyelesaikan konflik dengan dirinya demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pada akhir Mei 2017, saat saya berada di Kota Tarim, Yaman, saya ditelepon Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto dan beliau mengajak saya dan kawan-kawan untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu dialog dan rekonsiliasi," kata Rizieq.
Pihaknya menyambut baik imbauan Wiranto.
"Lalu sekitar awal Juni 2017, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan bersama timnya di salah satu hotel berbintang lima di Kota Jeddah, Arab Saudi," lanjut Rizieq.
Baca juga: Dalam Nota Pembelaan, Rizieq Sebut 10 Kebohongan Wali Kota Bogor
Hasil pertemuan itu, kata Rizieq, sangat bagus. Kedua belah pihak membuat kesepakatan tertulis.
"Yang ditandatangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Kepala BIN dan timnya," kata Rizieq.
Surat tersebut kemudian dibawa ke Jakarta, diperlihatkan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.
"Di antara isi kesepakatan tersebut adalah 'setop semua kasus hukum saya dan kawan-kawan'," kata Rizieq.
Dalam perjanjian itu, kata Rizieq, dia siap mendukung semua kebijakan pemerintahan Jokowi Widodo selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi Negara Indonesia.
"Dan saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Pur) Muhammad Tito Karnavian pada 2018 dan 2019 di salah satu hotel berbintang lima di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah," ujar Rizieq.
Dalam dua pertemuan tersebut, ujar Rizieq, dia menekankan bahwa dia siap tidak terlibat dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat.
Ketiga syarat itu ialah 'setop penodaan agama', 'setop kebangkitan PKI', dan 'setop penjualan aset negara ke asing maupun aseng'.
"Namun sayang sejuta sayang, dialog dan kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil memengaruhi Pemerintah Arab Saudi," kata Rizieq.
"Sehingga, saya dicekal atau diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia," lanjutnya lagi dalam pleidoinya itu.
Rizieq tidak tahu, apakah Wiranto, Budi Gunawan, dan Tito mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut.
Menurut Rizieq, operasi itu dilakukan untuk memenjarakan dirinya.
Rizieq minta dibebaskan murni terkait kasus tes usap di RS Ummi itu.
"Kepada majelis hakim Yang Mulia, kami meminta dari sanubari yang paling dalam agar mengambil keputusan dengan keyakinan untuk menghentikan proses hukum yang zalim terhadap saya dan kawan-kawan," kata Rizieq.
Menurut Rizieq, hal itu demi terpenuhi rasa keadilan sekaligus menyelamatkan tatanan hukum dan sendi keadilan di Tanah Air yang sedang dirongrong kekuatan jahat yang anti-agama dan anti-Pancasila.
"Serta membahayakan keutuhan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI)," tutur dia.
Baca juga: Di Pengadilan, Rizieq Shihab Kaitkan Diaz Hendropriyono dengan Tewasnya Laskar FPI
Rizieq juga meminta dua terdakwa lain dalam kasus tes usap di RS Ummi, Muhammad Hanif Alatas dan Andi Tatat, dibebaskan murni.
"Karenanya, kami memohon karena Allah SWT, demi tegaknya keadilan agar majelis hakim Yang Mulia, memutuskan untuk saya dan Habib Hanif Alatas serta dr Andi Tatat dengan vonis bebas murni. Dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan, dikembalikan nama baik, martabat, dan kehormatan," tutur Rizieq.
Rizieq percaya, kasus tes usap di RS Ummi yang menjeratnya merupakan kasus politik, dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum.
"Apalagi setelah saya mendengar dan mambaca tuntutan JPU yang menjatuhkan saya dengan tuntutan penjara enam tahun. Tuntutan tersebut tidak masuk di akal dan berada jauh di luar nalar, bahkan terlalu sadis dan tidak bermoral," kata Rizieq.
Baca juga: Perkara Kasus Tes Usap, Rizieq Shihab Minta Bebas Murni dan Dipulihkan Nama Baiknya
Rizieq menilai, kasus tes usap di RS Ummi yang menjeratnya adalah kasus pelanggaran protokol kesehatan, bukan kasus kejahatan.
"Sehingga cukup diterapkan sanksi administrasi, bukan sanksi hukum pidana penjara," kata Rizieq.
Rizieq juga menyinggung soal Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, halaman 7 dan 8.
"Jadi jelas dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tersebut bahwa pelanggaran prokes hanya diterapkan hukum administrasi bukan hukum pidana penjara," tutur Rizieq.
Rizieq mengatakan bahwa kasusnya terkait tes usap di RS Ummi Bogor direkayasa.
"Saya tidak kaget dengan tuntutan sadis jaksa penuntut umum (JPU) untuk memenjarakan saya selama enam tahun, sebab sejak awal rekayasa kasus ini sudah sangat nyata dan kasat mata," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.