Mengacu UU LLAJ, jika pesepeda gowes di jalur kendaraan bermotor, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 229.
Sanksi tersebut berupa kurungan penjara 14 hari atau denda paling banyak Rp 100.000.
Jika jalur sepeda Sudirman-Thamrin dibongkar, maka aturan tersebut tidak berlaku. Pesepeda dapat bebas menggunakan jalur kendaraan bermotor.
Wacana membongkar jalur sepeda permanen itu menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, jalur sepeda terproteksi justru sangat berguna bagi warga yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
"Dengan jalur sepeda yang terlindungi, akan menjamin keselamatan pesepeda," kata Djoko kepada Kompas.com.
Baca juga: ITDP: Kebijakan Jalur Khusus Road Bike Mengundang Pengguna Kendaraan Lain Langgar Aturan
Menurut Djoko, akan mubazir jika beton yang sudah dipasang di sepanjang jalur Sudirman-Thamrin dibongkar.
Ketimbang dibongkar, Djoko justru menyarankan agar jalur sepeda permanen ditambah.
"Sebenarnya bisa dipilih pembatas yang lebih murah, sehingga bisa dapatkan jalur terlindungi yang lebih panjang lagi," kata dia.
Sementara, pakar transportasi Darmaningtyas mengatakan, infrastruktur berupa jalur sepeda wajib dibangun di Jakarta jika mau mewujudkan kota layak huni.
Ia mengatakan, selama ini pesepeda dan pejalan kaki di Jakarta terkesan terpinggirkan.
Pemerintah semestinya membangun infrastruktur yang layak bagi pesepeda dan pejalan kaki.
"Jakarta memerlukan jalur sepeda kalau mau menuju ke kota layak huni. Yang harus dikurangi untuk kota Jakarta adalah jalur kendaraan bermotor pribadi baik roda dua maupun roda empat," kata Darmaningtyas.
Ketua Tim Advokasi B2W Indonesia Fahmi Saimima mengatakan, bukanlah ranah kepolisian untuk memutuskan apakah jalur sepeda harus dibongkar atau tidak.
"Jalur sepeda ini bukan tupoksi Dewan maupun kepolisian untuk membuat keputusan. Jalur sepeda merupakan ranah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan," ujar Fahmi.