JAKARTA, KOMPAS.com - PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta baru saja merayakan ulang tahun yang ke-13 pada Kamis (17/6/2021).
Setelah peresmian proyek fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI pada 24 Maret 2019, PT MRT kembali membangun jalur MRT Fase 2A (CP203) sepanjang 6,3 kilometer dari Bundaran HI-Kota.
Pembangunan jalur 2A itu termasuk pembangunan dinding gardu listrik bawah tanah di Monas yang digarap pada April 2019.
Kemudian, dilanjut dengan proyek pembangunan Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas pada Juni 2020 hingga saat ini.
Baca juga: Kenapa Kereta MRT Disebut Ratangga? Ternyata Ini Sejarah di Baliknya...
Lantas, bagaimana kesulitan PT MRT dalam menerapkan protokol kesehatan selama pembangunan jalur Bundaran HI-Kota dan cara menanganinya?
Plt Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Ahmad Pratomo mengungkapkan beberapa hal yang menjadi tantangan bagi pekerja proyek dalam menerapkan protokol kesehatan.
Kata dia, pekerja proyek tentunya merasa kesulitan saat harus menerapkan protokol kesehatan pada Maret 2020, saat munculnya Covid-19 di Indonesia.
Pekerja proyek itu, lanjutnya, terdiri dari kuli, teknisi, konsultan, kontraktor, dan lainnya.
Setidaknya, ada sekitar 150-200 pekerja di lokasi setiap regunya.
Dalam satu hari, PT MRT mengerahkan tiga regu.
"Kalau di proyek, bahkan sebelum pandemi Covid-19, jarang ada orang cuci tangan. Nah, ini habit-nya berubah. Itu challenge-nya," papar Ahmad kepada Kompas.com, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Kisah Pemilihan Desain Lokomotif MRT, Hampir Berbentuk Jangkrik Tidur
Salah satu kesulitan yang dialami pekerja proyek, kata dia, yakni menerapkan jaga garak.
Oleh karena itu, supervisor para pekerja selalu memantau protokol kesehatan yang berlaku di lokasi konstruksi.
"Sebetulnya protokol pencegahan di operasi itu lebih tegas. Jauh lebih tegas," ucap Ahmad.
"Karena ada supervisi K3, pekerja proyek yang benar-benar me-supervise bagaimana rekan-rekan itu bekerja di lapangan," sambungnya.
Para supervisor itu juga memantau protokol kesehatan para pekerja pada jam istirahat.
Ahmad berujar, saat para pekerja makan pada jam istirahat, supervisor kerap mengingatkan perihal menjaga jarak dan sebagainya.
Sehingga, siklus para pekerja saat istirahat juga diatur oleh supervisor.
Baca juga: Kilas Balik Peresmian MRT Jakarta yang Disambut Sorak-sorai Warga...
Dia menyatakan, kebersihan diri para pekerja proyek juga menjadi salah satu tantangan selama mereka bekerja di lokasi proyek.
Untuk menjamin kebersihan diri itu, sebut Ahmad, mereka yang bekerja di proyek wajib mencuci tangan sebelum memasuki lokasi.
Mencuci tangan juga wajib dilakukan setelah mengerjakan sesuatu. Begitu pula sebelum atau sesudah makan.
"Sekarang tempat cuci tangan sudah disediakan di beberapa titik di dalam lokasi proyek. Jadi mempermudah teman-teman pekerja itu cuci tangan," paparnya.
Bentuk tempat cuci tangan itu juga bukan seperti wastafel pada umumnya.
Namun, wastafel dimodifikasi agar para pekerja tak perlu menyentuh tempat cuci tangan itu saat menggunakannya.
"Ya tempat cuci tangan seperti di mal-mal, enggak perlu diputar pake tangan. Enggak perlu kontak fisik, pakai kaki gitu untuk meminilisasi penyebaran," tutur Ahmad.
Masih terkait kebersihan, dia menyatakan bahwa PT MRT Jakarta juga secara rutin menyemprotkan disinfektan di lokasi proyek.
Usai mereka dicek protokol kesehatan umumnya, seperti penggunaan masker, dicek suhu tubuh, mencuci tangan, dan lainnya, mereka wajib melakukan tes GeNose C19.
Kebijakan tersebut baru diberlakukan pada Juni 2021.
Baca juga: MRT Jakarta yang Jadi Saksi Rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo...
Ahmad berujar, meski para pekerja telah menerima vaksin Covid-19, mereka masih diharuskan tes GeNose C19 terlebih dahulu.
"Baru mulai bulan ini, baru diberlakukan rutin, yang ke site harus di-GeNose sekarang. Walau dia tiap hari ke site, tiap hari juga (tes) GeNose," ujar Ahmad.
"Walau udah vaksin, enggak bergejala, cek suhu tubuh, seluruh pemeriksaan kesehatan sudah dilakukan. Kebijakan tebaru, wajib GeNose," imbuh dia.
Skrining tes Covid-19 itu juga diwajibkan bagi pihak PT MRT Jakarta non-pekerja proyek dan tamu eskternal yang meninjau lokasi tersebut.
Ahmad menyatakan, para pekerja proyek memang kesulitan untuk menerapkan protokol kesehatan.
Terlebih, proyek pembangunan jalur itu sudah dilaksanakan sebelum pandemi Covid-19 dan masih berlangsung hingga saat ini.
"Itu (kesulitan adaptasi) common terjadi di semua tempat. Bahkan, di perkantoran juga seperti itu," ungkapnya.
Baca juga: Perjalanan Panjang MRT Jakarta, Dicetuskan Habibie dan Dieksekusi Jokowi-Ahok
"Sedikit-sedikit cuci tangan dan hand sanitizer, itu kan baru sekarang adanya. Kalau dulu kan ya sudah. Namanya proyek, ya abis ini, minum kopi, makan sesuatu," ujar dia.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, para pekerja proyek itu semakin terbiasa dengan protokol kesehatan dan semakin disiplin.
Lantas, bila salah seorang petugas proyek terpapar Covid-19, maka mereka terpaksa harus menunda pekerjaan mereka.
"Kalau satu itu kena, harus tracing kan dengan siapa saja dia berinteraksi. Bisa menghambat waktu di lapangan, artinya kami enggak boleh kehilangan satu hari pun," ucapnya.
"Jadi benar-benar protokol kesehatan dijaga," sambung Ahmad.
Baca juga: Hal yang Perlu Diketahui dari Pembangunan MRT Jakarta Fase 2
Dia menambahkan, para pekerja proyek diizinkan untuk tidak bekerja di lapangan bila mereka merasa sakit atau mengalami gejala Covid-19.
Bahkan, para pekerja itu wajib melaporkan kondisi diri masing-masing bila mereka sakit.
"Harus diketahui sakitnya apa bahkan. Karena sudah diasumsi begitu dia bergejala lemas, pusing, gangguan pencernaan, bisa jadi Covid-19," papar Ahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.