JAKARTA, KOMPAS.com - Kerumitan dalam proses pembangunan transportasi rel bawah tanah di tengah Kota Jakarta tidak hanya dalam aspek pengeboran.
Problem yang sama juga terjadi di permukaan tanah, yakni ketika proyek pembangunan MRT fase 2 mulai menyentuh Tugu Jam Thamrin, cagar budaya yang menjadi saksi sejarah kota berusia 494 tahun ini.
Tugu yang berdiri di tengah-tengah bangunan tinggi Ibu Kota Jakarta itu termasuk salah satu cagar budaya yang harus tetap berdiri, meskipun di bawahnya sedang ada pembangunan stasiun MRT terpanjang, yaitu Stasiun Thamrin.
"Itu kan bagian dari cagar budaya, itu treatment-nya pun beda. Ini harus diapain nih, katakanlah kalau dipindahkan apa strukturnya masih kuat? Takutnya kalau dipindahkan malah rontok kan," kata Plt Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Ahmad Pratomo saat dihubungi melalui telepon, Kamis (17/6/2021).
Baca juga: Ada Proyek MRT, Tugu Jam Thamrin Bakal Direlokasi Sementara
Sebenarnya apa yang spesial dari tugu jam tua di tengah jalan Ibu Kota ini?
Pratomo menjelaskan, bangunan tua ini berdiri sejak awal Mei 1969. Saat itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun tugu jam raksasa yang tepat berada di persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Kebon Sirih.
Bangunan ini memiliki penampang berukuran 1,7 meter x 1,7 meter dengan tinggi tugu 12,5 meter.
Di atas tugu dipasang sebuah jam Swiss. Pembangunan selesai dan Menara Jam Thamrin resmi berdentang pada Sabtu pagi, 21 Juni 1969.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmojo mengatakan, Tugu Jam Thamrin adalah sebuah karya penting dari bangsa Indonesia.
Tugu itu digambarkan sebagai bangunan lama atas pemikiran dari elite pemerintahan di Jakarta pada tahun 1960-an.
Dia menyebut karya ini sebagai rasa anak bangsa yang dituangkan sebagai peringatan kemerdekaan Republik Indonesia yang sekaligus memiliki peran layanan kepada masyarakat.
Baca juga: Tugu Jam Thamrin Akan Direlokasi Selama Masa Konstruksi MRT Fase 2A
"Kita juga bisa melihatnya menjadi sebuah karya anak bangsa yang dituangkan sebagai peringatan kemerdekaan RI, tetapi juga memberikan pelayanan kepada publik berkaitan dengan waktu ya," ucap Junus.
Junus menjelaskan, ketika Tugu Jam Thamrin ini dibangun, bentuknya tidak lagi menggunakan gaya klasik Eropa, tetapi menggunakan bentuk baru yang kala itu dipilih berbentuk kubus.
"Dan ini merupakan cara baru, neoklasik itu dimunculkan. Pekerjaan itu dilakukan seluruhnya oleh putra bangsa itu sendiri," kata dia.
Dalam pemaknaannya, Junus menjelaskan bahwa Tugu Jam Thamrin dibangun agar warga Ibu Kota bisa menghargai waktu, terutama saat jam masuk kantor. Dengan melihat jam yang ada, diharapkan warga bisa mengatur diri tepat waktu dan disiplin saat aktivitas hariannya.