TANGERANG, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kota Tangerang, menggelar sidang lanjutan kasus mafia tanah seluas 45 hektare di Pinang, Kota Tangerang, pada Senin (21/6/2021)
Terdakwa dalam kasus itu adalah Darmawan (48) dan Mustafa Camal Pasha (61). Mereka telah ditangkap kepolisian pada April 2021.
Keduanya menggunakan modus seakan bersengketa secara perdata di PengadilanNegeri (PN) Tangerang demi mengakuisisi lahan tersebut.
Sidang hari ini di PN Tangerang dipimpin Ketua Majelis Hakim Nelson Panjaitan. Jaksa penuntut umum (JPU) adalah Adib Fachri Dilli dan Oktavian Samsurizal.
Baca juga: Jalani Sidang Perdana, 2 Terdakwa Mafia Tanah di Pinang Terancam Hukuman 7 Tahun
Adib mengatakan, sidang hari ini beragenda pembacaan tanggapan penuntut umum atas eksepsi terdakwa I, Darmawan. Darmawan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa pada 14 Juni 2021.
Adib mengatakan, pihaknya meminta kepada hakim untuk menolak eksepsi yang dilayangkan penasihat hukum Darmawan. Tim JPU juga meminta hakim agar dapat melanjutkan kasus mafia tanah tersebut.
"Pada intinya, kami meminta Majelis Hakim yang terhormat untuk menolak eksepsi terdakwa. Kemudian, melanjutkan sidang atas terdakwa," ujar Adib dalam rekaman suara yang diterima Kompas.com, Senin.
Saat dihubungi secara terpisah, Kasi Pidum Kejari Kota Tangeang Dapot Dariarma menyatakan pihaknya menolak eksepsi yang diajukan Darmawan.
"JPU pada pokoknya bermohon pada Majelis Hakim menolak esepsi dari penasehat hukum terdakwa," ujar dia.
JPU sebelumnya mendakwa Darmawan dan Mustafa dengan Pasal 263 Ayat 1 jo Pasal 55 atau Pasal 263 Ayat 2 jo Pasal 55 KUHP di PN Tangerang, pada 7 Juni 2021.
Ancaman hukuman penjaranya selama minimal 5 tahun dan maksimal 7 tahun.
Dapot mengungkapkan, salah satu hal yang memberatkan dalam kasus tersebut adalah para terdakwa mengambil hak milik masyarakat pemilik tanah seluas 45 hektare di Pinang itu.
Darmawan dan Mustafa awalnya seakan bersengketa secara perdata di PN Tangerang untuk menguasai tanah. Langkah itu mereka lakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap perusahaan atau warga yang ada di sekitar tanah tersebut yang merupakan pemilik sah lahan itu.
Keduanya melakukan gugatan perdata sekitar bulan April 2020. Satu bulan kemudian, pada Mei 2020, hasil sidang perdata berujung damai.
Mereka langsung berencana untuk mengakusisi tanah seluas 45 hektar itu. Caranya, pada Juli 2020 mereka menyewa organisasi massa untuk melakukan perlawanan terhadap perusahaan dan masyarakat setempat.
Namun, warga sekitar melakukan perlawanan dan eksekusi itu dibatalkan.
Warga dan perusahaan yang ada di tempat sengketa lantas melaporkan permainan mafia tanah itu ke kepolisian pada tanggal 10 Februari 2021.
Berdasar laporan yang dibuat itu, kepolisian langsung melakukan penyelidikan. Dari penyelidikan itu, aparat kepolisian menangkap kedua tersangka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.