Daripada menguap begitu saja di negeri orang, uangnya lebih baik untuk pembangunan di Jakarta saja, pikir gubernur tersebut.
Lebih-lebih pada waktu itu, DKI memerlukan dana yang tidak sedikit untuk membangun jalan, sekolah, puskesmas, pasar, dan lain sebagainya.
Ketika Jakarta sudah mulai memungut pajak dari judi, Ali Sadikin lagi-lagi menegaskan bahwa hanya kalangan tertentu saja, yakni keturunan Tionghoa, yang boleh berjudi.
"Orang kita tidak boleh berjudi, apalagi orang Islam! Haram bagi orang Islam main judi!" pungkasnya.
Wartawan senior Christianto Wibisono, dalam catatan Historia.id, mengatakan bahwa Jakarta memperoleh surplus dana dari pajak judi. Dana tersebut digunakan sebagai dinamo pembangunan untuk pelbagai bidang.
"Bidang kesenian memperoleh dana yang cukup besar untuk membangunan fasilitas PKJ (Pusat Kesenian Jakarta) di kompleks bekas kebon binatang Cikini. Fasilitas fisik kesenian di Taman Ismail Marzuki itu sangat megah mengingat kondisi ekonomi makro Indonesia waktu itu (1968)," tulis Christianto.
Baca juga: HUT DKI, Jakarta Kemungkinan Hujan Nanti Malam
Ali Sadikin mengklaim telah membangun 2.400 gedung sekolah, lebih dari 1.200 kilometer jalan raya, memperbaiki kampung, membina pusat kesehatan, masjid, dan penghijauan dengan uang sendiri.
"Sebagiannya adalah hasil judi," kata Ali Sadikin.
Di awal menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin hanya memiliki APBD sebesar Rp66 juta.
Dia berhasil meningkatkannya di antaranya dengan pajak judi. Sebelas tahun kemudian, Ali Sadikin meninggalkan APBD kepada penggantinya, Tjokropranolo, sebesar Rp116 miliar.
"Kerja, kerja, kerja. Cari uang untuk rakyat, termasuk (dari pajak) judi," ujar Ali Sadikin. (Historia.id/ Hendri F. Isnaeni)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.