Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Secarik Asa Ibu-ibu Korban Gusuran pada Batik Tulis

Kompas.com - 23/06/2021, 07:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

Pelatihan-pelatihan lain hanya cukup mengusir jenuh tanpa pernah berguna secara konkret. Ilmu hasil pelatihan menguap karena tak pernah dipakai; latihan jahit dan sulam tanpa pernah ada pesanan.

Baca juga: Alasan 22 Juni Ditetapkan sebagai Hari Jadi Jakarta

Lain dengan membatik. Sejak 2018, pesanan datang terus. Belasan ibu-ibu yang berminat, termasuk Ayu dan Eni, sampai sekarang jadi tenaga binaan untuk membuat kreasi batik yang dipesan oleh Jkt Creative.

Batik yang diproduksi bukan sembarang batik, melainkan batik tulis yang membuatnya menuntut kesabaran dan ketelitian tinggi.

Pesanan yang hendak dijadikan batik kerapkali berwujud kain selebar dua meter persegi, tetapi tak jarang pula berupa masker, tempat sendok, atau aksesoris lain.

"Tapi mendingan kerjain kain dua meter, Mas, lebih semangat. Capeknya sekalian, hasilnya ketahuan, duitnya juga ketahuan, Mas," ujar Ayu sambil terbahak.

"Kalau kayak masker gini, palingan (gajinya) bisa buat beli mi ayam seorang. Kalau yang dua meter bisa buat beli mi ayam 10 orang lebih," timpal Eni, juga tertawa.

Ketua Komunitas Batik Rusun Pulogebang Adelina (47) menyampaikan bahwa sekali melukis kain berukuran besar dengan motif satu warna, masing-masing ibu dibayar Rp 300.000.

Bila motifnya dua warna, ongkos kerja bisa mencapai Rp 600.000 per orang per kain, semakin mahal karena proses pengerjaan kian rumit dan makan waktu.

Sekali pengerjaan, waktu yang dibutuhkan bisa sekitar sepekan.

Mereka harus melukis motif dengan canting dan mencari perpaduan warna yang tepat dengan sederet eksperimen.

Baca juga: Mengapa 22 Juni Ditetapkan Sebagai HUT Jakarta?

Kabar baiknya, seluruh modal, mulai dari kain, canting, sampai warna dan desain, sudah disediakan Jkt Creative.

Ayu, Eni, Adel, dan kolega lain tinggal melukis batik-batik itu sesuai pesanan dan mereka dibayar atas kerja tersebut.

"Kalau waktu Tahun Baru ada 35 kain, satu orang bisa tujuh kain. Lumayanlah buat ibu-ibu tambahin susu anaknya," ujar Adel, Kamis (17/6/2021).

Mulanya, banyak ibu yang bergabung dalam komunitas batik ini. Namun, kini tersisa tinggal sekitar 10 orang yang masih aktif mengerjakan pesanan yang datang.

Adel menceritakan, perkumpulan ibu-ibu pembatik ini sudah terbentuk cukup lama, dari pelatihan ke pelatihan, hingga datangnya ajakan kerja sama dari suatu koperasi dari Bekasi.

"Dia ngajarin di sini, tapi enggak jalan. Paling cuma berapa bulan jalan, kita dimanfaatkan sama mereka. Cuma dijanji-janjikan ada order, tenang, gitu saja. Dia kemudian ada order, lalu mengatasnamakan ibu-ibu rusun, tapi yang mengerjakan sebetulnya bukan kita ibu-ibu rusun, jadi kita hanya dimanfaatkan namanya doang," tuturnya.

Selanjutnya, pernah ada kerja sama dengan Dekranasda. Ibu-ibu pembatik Rusun Pulogebang bertugas melukis batik, lalu pewarnaannya dikerjakan oleh ibu-ibu pembatik Rusun Marunda.

"Tapi itu cuma berapa bulan saja. Orang Pulogebang agak kecewa juga. Kita agak banyak waktu itu. Waktu sudah dicanting, habis itu enggak nongol-nongol lagi. Enggak ada kabar," kata Adel.

Situasi ini membuat sebagian pembatik di Rusun Pulogebang trauma.

Baca juga: Kado Ulang Tahun Ke-494 Jakarta, Lonjakan Covid-19 hingga RS Terancam Kolaps

Baru kemudian datang Iwet Ramadhan, pengusaha sekaligus eks penyiar radio, dengan Jkt Creative-nya, menawarkan kerja sama dengan mereka.

Sejumlah merek kenamaan, seperti Shopee dan Pigeon, rutin memesan batik melalui Jkt Creative yang kemudian dilukis oleh ibu-ibu Rusun Pulogebang hingga sekarang.

"Tapi sejak pandemi agak berkurang (pesanannya)," kata Adel.

Eni dan Ayu mengatakan, jika boleh memilih, mereka akan memilih mencari nafkah dengan usaha yang mereka lakoni di rumah lama.

Walaupun bayaran sebagai pembatik di Rusun Pulogebang dirasa lumayan, tetapi mereka tidak dapat mengendalikan kapan pesanan akan datang, yang berarti kapan mereka bisa mengantongi uang.

Pun, kalau ditotal-total, pendapatan sebagai pembatik di rusun juga masih belum ada apa-apanya ketimbang penghasilan mereka dulu.

Baca juga: Covid-19 Kian Menggila, Apa Alasan Pemerintah Belum Ambil Opsi Lockdown Jakarta?

Tetapi, lagi-lagi, segala kejayaan tadi adalah masa silam. Hari ini, Ayu dan Eni adalah pelukis batik yang sudah mewakafkan waktunya untuk menelurkan ratusan lembar karya yang indah.

Ayu bercerita, kain batik tulis yang mereka lukis sudah diboyong sampai ke Jepang. Pernah juga mereka lembur membuat kain batik untuk instalasi raksasa di Mal Central Park pada tahun lalu.

"Waktu tahu sudah dibawa ke Jepang, saya bilang dalam hati, jauh amat, ya. Saya saja belum ke Jepang," ucap Ayu.

Ada rasa bangga yang tergurat di wajahnya ketika menceritakan hal itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Megapolitan
4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Megapolitan
Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Megapolitan
Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Megapolitan
Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Megapolitan
Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Megapolitan
Jangan Khawatir Lagi, Taksi 'Online' Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Jangan Khawatir Lagi, Taksi "Online" Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Megapolitan
Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com