Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Hanya RS, Puskesmas Juga Bisa Kolaps bila Lonjakan Covid-19 Tak Segera Dikendalikan

Kompas.com - 25/06/2021, 07:28 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Ia mengungkapkan, tenaga-tenaga yang terbatas di setiap Puskesmas pun harus dibagi lagi untuk menangani poli infeksius, poli noninfeksius, dan mereka yang bertugas melakukan program-program lain, seperti menangani ibu hamil atau mengurus kasus DBD dan hepatitis.

Sementara itu, untuk menangani Covid-19 saja, petugas Puskesmas kini harus semakin banyak melakukan swab antigen dan PCR serta melakukan pelacakan kontak erat (tracing) terhadap warga karena kasus terus melonjak.

Baca juga: Puskesmas Keteteran karena Lonjakan Covid-19, Pemkot Depok Akan Rekrut Relawan

Ditambah lagi, mereka juga mesti mengurusi tetek-bengek vaksinasi yang sedang digencarkan. Mereka juga mesti mencari rumah sakit rujukan bagi pasien bergejala berat padahal rumah sakit penuh di mana-mana.

Belum lagi, mereka harus memantau nasib warga yang isolasi mandiri.

Di Depok, masing-masing tenaga Puskesmas bertanggung jawab memantau puluhan hingga ratusan warga positif Covid-19 di satu kelurahan atau beberapa RW sekaligus. Sebab, baru ada 38 Puskesmas untuk 63 kelurahan se-Kota Depok.

Di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang dahsyat ini, jumlah pasien yang harus dipantau tidak main-main. Per kelurahan, rata-rata ada sekitar 50 pasien yang harus dipantau.

Jumlah warga yang harus dipantau dalam isolasi mandiri juga semakin banyak, sedangkan tenaga puskesmas justru tak bertambah, atau malah mungkin berkurang karena ada yang positif Covid-19.

"Banyak sih, keluhan dari masyarakat, 'bu, kok enggak respons, responsnya lambat?'. Ya mereka kan tidak melihat. Mereka melihat dari sisi mereka saja," kata Novarita.

"Yang dipantau banyak. Kadang-kadang ada yang tidak puas juga, 'cuma ditelepon doang, Bu, tidak didatangi?'. Ya, berapa banyak kalau yang mau didatangi? Nelepon saja perlu waktu juga, satu per satu ditanyai bagaimana, dicatat," lanjutnya.

Novarita menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan merekrut relawan untuk menyokong kerja puskesmas yang semakin berat ini. Anggaran untuk itu sudah dibahas.

Tak pernah serius kendalikan pandemi

Pemerintah masih menghindari karantina wilayah atau PSBB ketat, kendati kebijakan itu efektif mengendalikan penularan untuk sementara, mencegah kolapsnya sistem kesehatan, dan memang diamanatkan oleh Undang-Undang.

Sebagai ganti, pemerintah pilih berimprovisasi dengan kebijakan PPKM Mirko dan menggencarkan vaksinasi, walaupun kekebalan yang diharapkn dari vaksinasi baru akan timbul berbulan-bulan setelahnya.

Pemerintah mengaku kesulitan dana bila harus menerapkan karantina wilayah, kebijakan yang jadi wewenang mereka.

Padahal, mengutip Kontan, Indonesia sudah menggelontorkan Rp 1.000 triliun lebih untuk menangani dampak pandemi, sementara pandemi itu sendiri tak kunjung terkontrol.

Baca juga: Klaim Pemerintah Bisa Kendalikan Pandemi, Pengamat: Cenderung Menghibur Diri

Ahli epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, pun menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini PSBB, bukan PPKM mikro yang disebutnya jelas tidak efektif.

"Jadi yang dilakukan itu, pertama adalah memutus mata rantai di hulu jangan sampai varian-varian baru meluas. Yang sekarang pemerintah tidak mau ambil sikap tegas untuk PSBB, maunya PPKM mikro terus. Padahal, PPKM mikro sudah jelas tidak efektif, ngapain dipertahankan," kata Windhu kepada Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Usulan PSBB ketat bukan hanya usulan warganet atau satu-dua ahli, melainkan disarankan oleh lima perhimpunan profesi dokter: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki).

"Jadi menurut saya, sudahlah lupakan herd immunity karena saya sendiri sudah pesimis, apalagi mengingat (kesediaan) vaksin kita berasal dari luar negeri dan varian-varian lebih meluas," ujar Windhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com