Keesokan harinya, menurut Putri, Joko mengalami demam tinggi dan batuk-batuk. Putri lantas membawa Joko ke klinik untuk berobat.
"Diinfus juga suami saya di rumah. Ya sudah saya lakuin semuanya demi sembuh, demi batuknya ilang. Tapi kok batuknya enggak ilang-ilang," ujar dia.
Karena kondisi Joko yang tak kunjung sembuh, Putri membawa suaminya ke Puskesmas terdekat.
Baca juga: Bukan Hanya RS, Puskesmas Juga Bisa Kolaps bila Lonjakan Covid-19 Tak Segera Dikendalikan
Di tempat itu, pihak Puskesmas berujar bahwa Joko tak perlu mendapatkan perawatan.
Kata Putri, pihak Puskesmas juga tidak menyarankan Joko dirawat di RS karena pasti penuh.
Sejak saat itu, Joko tak kunjung sembuh dari demam tinggi dan batuknya.
Hingga pada Rabu kemarin, lanjut Putri, korban merasa semakin lemas.
Dia sempat membawa suaminya ke RS di Pinang sekitar pukul 16.00 WIB. Namun, Joko akhirnya meninggal dunia di RS tersebut.
Menurut Putri, Joko tidak menderita penyakit bawaan apa pun selama ini.
Yang dia pertanyakan adalah mengapa pihak Puskesmas menyuntikkan vaksin Covid-19, meski tensi darah suaminya yang tergolong tinggi tepat sebelum disuntik.
"Yang saya sesalin, dari pihak sana kenapa tensi 160 itu divaksin. Harusnya kan kondisi seseorang itu mereka harunya tahu ya. Petugas kesehatan tahu boleh atau enggak (disuntik vaksin)," kata Putri.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Liza Puspadewi berujar, pihaknya akan menyelidiki kasus dugaan Joko yang meninggal usai divaksin.
Kata Liza, penyelidikan akan dilakukan bersama dengan Kelompok Kerja Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Pokja KIPI).
Jajarannya akan mengumpulkan dan mengolah data-data terkait kondisi kesehatan Joko.
Data terkait kondisi kesehatan korban merupakan hasil skrining yang korban lakukan sebelum disuntik vaksin.
Baca juga: Update BPOM soal Vaksin AstraZeneca, Ini 5 Kondisi KIPI yang Diwaspadai