Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Ketegangan Hubungan BEM dan Rektorat UI Setahun Terakhir

Kompas.com - 28/06/2021, 05:16 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com – Jagat media sosial ramai oleh perbincangan mengenai BEM UI, yang baru saja merilis kritik berupa meme dan poster bertajuk “Jokowi, King of Lip Service”. Warganet, seperti biasa, terbelah dalam pertarungan olok-olok, membuat “BEM UI” jadi trending topic di Twitter seharian.

Seperti biasa pula, BEM UI harus merasakan hubungan panas-dingin dengan Rektorat UI. Walaupun hari libur, hari Minggu (27/6/2021) kemarin, sejumlah pengurus BEM UI yang dianggap terlibat dalam terbitnya poster dan meme kritik itu dipanggil pihak kemahasiswaan kampus.

Baca juga: Rektorat Nilai Postingan Jokowi The King of Lip Service BEM UI Kurang Tepat

Kompas.com mencatat ketegangan hubungan BEM dan Rektorat UI setahun terakhir, yang hampir setiap kali muncul menyusul sikap kritis BEM terhadap Pemerintahan Joko Widodo.

Kritik BEM UI soal Papua

BEM UI pada Juni 2020 menggelar diskusi soal rasisme hukum dan kekerasan negara terhadap orang-orang Papua. Dalam diskusi tersebut, BEM menghadirkan Veronica Koman, aktivis hak asasi manusia yang gencar mengadvokasi hak-hak bangsa Papua. Saat ini Veronica jadi buron Indonesia di luar negeri.

Selain Veronica, BEM juga mengundang Gustaf Kawer, pengacara HAM Papua; serta seorang tahanan politik Papua yang tidak dibeberkan identitasnya.

UI turun tangan. Secara terang-terangan, UI mengambil sikap berseberangan dan enggan membela BEM.

"Pertimbangan dan perencanaan yang tidak matang, diikuti dengan kecerobohan dalam proses pelaksanaannya, telah menyebabkan diskusi yang diselenggarakan oleh BEM UI tersebut menghadirkan pembicara yang tidak layak," kata Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia dalam keterangan tertulis pada 8 Juni 2020.

"Bersama ini dinyatakan bahwa kegiatan diskusi tersebut, berikut apapun yang dibahas dan dihasilkan, tidak mencerminkan pandangan dan sikap UI sebagai suatu institusi dan tidak menjadi tanggung jawab UI," kata dia.

Baca juga: Kembali Bantah Bela FPI, BEM UI: Kami Mengecam Kekerasan Berlatar Agama

Kontroversi itu kemudian menimbulkan polemik lebih lanjut. Sejumlah dosen membentuk aliansi untuk kebebasan akademik dan berpendapat untuk menentang sikap rektorat yang dianggap tak kondusif bagi tumbuhnya pengetahuan.

“Aliansi Dosen UI untuk Kebebasan Akademik dan Kebebasan Berpendapat mendukung yang telah menyelenggarakan diskusi publik #PapuanLivesMatter: Rasisme Hukum di Papua pada Sabtu, 6 Juni 2020 melalui kanal YouTube BEM UI. Kami mengapresiasi BEM UI dalam menentukan topik dan narasumber diskusi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan kebebasan akademik civitas akademika UI,” tulis mereka dalam keterangannya.

Kontroversi pakta integritas

Pada September 2020, giliran Rektorat UI yang bikin kontroversi dengan menerbitkan pakta integritas bagi para mahasiswa baru, yang wajib mereka tanda tangani di atas meterai.

Pakta integritas itu belakangan diketahui sebagai blunder internal rektorat. Namun, mahasiswa kadung membubuhkan tanda tangan di atas meterai.

Padahal, isi pakta integritas itu multitafsir dan kontroversial. Sebagian pasalnya menyinggung hal-hal yang berkaitan dalam polemik diskusi soal Papua yang digelar BEM UI, di antaranya soal politik praktis, tatanan bernegara, hingga kegiatan mahasiswa mesti atas izin resmi pimpinan kampus. Jika pasal-pasal bermasalah itu dilanggar, konsekuensi terberat adalah pemecatan/drop-out.

Warganet terbelah. Mereka yang pro dengan pemerintah sebagian besar mengamini upaya ini. Namun mereka yang kontra menunjukkan pembelaan terhadap BEM UI

Ketua BEM UI ketika itu, Fajar Adi Nugroho, berinisiatif “menggugat” langkah rektorat dengan membentuk forum-forum diskusi bersama mahasiswa baru. Ia dan jajaran kemudian berjanji mengadvokasi masalah ini ke rektorat.

Baginya, tidak ada urgensi sama sekali menerbitkan pakta integritas bagi mahasiswa baru. Sudah banyak peraturan di UI yang mengatur soal perilaku mahasiswa.

"Kami rasa juga penting untuk kemudian mencari tau kenapa bisa pakta ini dirilis dan disusun dan disebarkan kepada teman-teman mahasiswa baru angkatan 2020," ujar Fajar dalam diskusi virtual yang digelar Iluni UI, Senin, 21 September 2020.

"Itu sangat tidak diperlukan kembali sebenarnya dan justru menakut-nakuti mahasiswa yang baru saja mengenyam pendidikan tinggi di UI," ujarnya.

Kritik janji Jokowi tidak sesuai realitas

Terbaru, BEM UI mengkritik sejumlah janji Jokowi yang belakangan malah terbukti sebaliknya, dalam poster berhias meme “Jokowi, King of Lip Service”.

BEM UI menyindir sejumlah hal. Pertama, soal maraknya represi terhadap aksi demonstrasi padahal Jokowi pada 2012 lalu mengaku “rindu didemo”. Kedua, tentang bertambahnya pasal karet dalam UU ITE, padahal Jokowi mengaku meminta DPR agar UU ITE direvisi untuk memenuhi rasa keadilan.

Ketiga, Jokowi janji memperkuat KPK. Namun saat ini KPK justru dinilai telah dilemahkan dan sarat masalah.

Terakhir, soal UU Cipta Kerja yang menuai polemik. Jokowi meminta pihak yang mempermasalahkannya menggugat ke MA. Namun pemerintah pula yang meminta MK menolak semua gugatan UU Cipta Kerja.

Buntut poster ini, rektorat memanggil 10 mahasiswa untuk "dibina".

"Sehubungan dengan beredarnya yang dikeluarkan BEM UI melalui akun medsos official BEM UI yang menggunakan foto Presiden RI, dengan ini kami memanggil saudara pada Minggu, 27 Juni 2021," bunyi surat pemanggilan tersebut.

"Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI," ujar Amelita Lusia kepada Kompas.com kemarin.

"Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service, bukanlah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat, karena melanggar beberapa peraturan yang ada," ujar Amelita.

Wakil Ketua Departemen Aksi dan Propaganda UI, Fathan Mubina, menganggap wajar jika hal ini berujung viral.

“Polanya begitu dari dulu kalau kita menyinggung pihak tertentu, publik itu kadang tidak bisa membedakan antara personal dan tanggung jawabnya,” kata Fathan kepada Tribun Jakarta, kemarin.

“Jadi ini sebagai kritik seharusnya Presiden tegas dengan pernyataanya,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com