Dari pengalamannya, Winda menegaskan, Covid-19 tak bisa disepelekan. Winda meminta warga untuk menjaga diri dan keluarga dengan menerapkan protokol kesehatan. Dia menegaskan, untuk mengatasi pandemi Covid-19, perlu kerja sama dari berbagai pihak.
"Kita harus sama-sama stop Covid-19 bareng-bareng. Vaksinasi. Jadi jangan pernah ragu untuk vaksinasi, selama punya kesempatan buat vaksin, segeralah vaksin. Jadi bisa sama-sama menjaga diri dan orang-orang di sekitar kita," ujar Winda.
Baca juga: Pemerintah Diminta Buat Terobosan Telemedicine Gratis untuk Pasien Covid-19
Pengalaman serupa juga dialami Tommy. Di bulan Januari, ayahnya mengalami meriang. Badannya sakit dan lemas. Saat itu, ayahnya menjalani swab test kali pertama dan dinyatakan negatif.
"Kedua kalinya baru positif. Dan dianjurkan di rumah aja, isolasi mandiri di rumah, nah sudah bagus tuh perkembangannya sudah lumayan, batuk-batuknya juga udah sembuhlah pokoknya dirawat tiga hari itu," ujar Tommy, Jumat.
Tommy harus menggunakan Alat Pelindung Dasar (APD) untuk bisa bertemu dengan ayahnya. Hari demi hari sampai hari keempat, kondisi ayahnya memburuk.
"Nah setelah lewat dari empat harilah, hari keempat itu sesak, sesaknya gak ketolongan, ya sudah mau enggak mau kami bawa ke rumah sakit," ujar Tommy.
Setibanya di rumah sakit, ayahnya sudah tak sesak lantaran bantuan oksigen. Namun, di hari ketiga dirawat di ruang ICU, saturasi oksigennya menurun drastis sehingga dipasang ventilator.
"Ya kita semua sambil berdoa deh harap- harap cemas dan paginya sekitar itu dikabarin sekitar jam 02.00 WIB, jam 21.00 WIB, bapak udah enggak ada," kata Tommy.
Rasa sedih menyelimuti Tommy. Ia bilang, ayahnya masih berumur 60 tahun dan relatif sehat.
"Ya harapannya mudah-mudahan udahlah stop gitu (abai protokol kesehatan). Kan kita juga enggak maulah kehilangan orang-orang yang kita sayangi dengan cepat gitu kan. Masa dalam waktu seminggu sudah hilang (meninggal)," kata Tommy.
Winda menilai adanya misleading dari pemerintah terkait penanganan Covid-19. Pemerintah di awal pandemi Covid-19 menganggap remeh Covid-19.
"Waktu itu bilang, Covid-19 enggak terlalu bahaya bahkan sempet dijadiin guyonan, Covid-19 enggak akan masuk Indonesia. Awalnya gue mikir sesepele itu, tapi pas ke belakangnya, ternyata ini enggak seringan itu, enggak sepele itu," kata Winda.
Winda menyatakan, dia awalnya agak skeptis dengan Covid-19 tetapi tetap berupaya mengamankan dirinya dan keluarga agar tak tertular.
"Gue sebisa mungkin mengamankan gue dan keluarga. Di berita bilang makin parah, gue gak berusaha mendengarkan itu supaya lebih tenang aja," ujar Winda.
Baginya, pemerintah pusat dan daerah tak tegas dalam membuat aturan. Peraturan terkait penanganan Covid-19 dinilai bertolak belakang antara satu aturan dengan aturan lainnya.
"Misalnya waktu itu ada aturan pas Lebaran, gengak boleh ke makam tapi mal buka. Enggak boleh mudik Lebaran tapi dibatesin waktunya. Jadi orang enggak mudik di tanggal segitu, tapi mudik di tanggal sebelumnya. Kebijakannya setengah-setengah. Warganya juga sudah bosan sudah terlalu jengah dengan pandemi tapi ya... mereka jadi kaya enggak peduli lagi," tambah Winda.
Kebijakan pemerintah yang dinilai setengah-setengah itu dinilai berdampak kepada lonjakan kasus Covid-19 saat ini.
"Tapi mudah-mudahan harapan gue ini semua jadi pelajaran buat semua warga Jakarta dan Indonesia, bahwa Covid-19 di Indonesia masih ada. Dan enggak bisa disepelein juga. jaga diri sendiri dan keluarga. Mudah-mudahan gak adalagi deh orang-orang yang harus kehilangan bapak, ibu, anak, kaka adik, dan saudara-saudara lain," kata Winda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.