BOGOR, KOMPAS.com - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor, Jawa Barat, menyiapkan tiga tenda darurat untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19.
Nantinya, tenda-tenda darurat itu akan difungsikan sebagai tempat unit gawat darurat (UGD) untuk pasien umum.
Sementara, ruangan UGD lama dipersiapkan untuk fokus merawat pasien Covid-19 bergejala sedang hingga berat.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pendirian tenda darurat di RSUD Kota Bogor dilakukan untuk mempersiapkan rumah sakit agar tidak terjadi penumpukan.
Bima meminta agar alur pasien yang datang untuk dirapihkan agar tidak terjadi penumpukan.
Baca juga: Cerita Istri Datangi 5 RS Bawa Suaminya yang Tak Sadarkan Diri Setelah Positif Covid-19
"Kejadian di wilayah lain itu berantakan karena triasenya berantakan. Jalur masuknya nggak dipisahkan, jadi berkumpul. Jadi saya minta jalurnya harus jelas, kalau indikasi positif kemana," ungkap Bima, di RSUD Kota Bogor, Selasa (29/6/2021).
Bima menambahkan, angka bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian kamar tidur untuk pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit rujukan semakin penuh.
Dari data yang ada, sambung Bima, angka BOR di RSUD Kota Bogor sudah mencapai 91,6 persen.
Sebab itu, ia menargetkan pekan ini tenda darurat bisa segera beroperasi.
"Kita nggak usah bicara angka BOR. Faktanya seluruh rumah sakit penuh. Saya ini Wali Kota ya, banyak sekali yang minta bantuan cari rumah sakit, tapi saya nggak bisa berbuat apa-apa karena yang ngantre banyak," tuturnya.
Lebih lanjut, Bima meminta kepada pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam mengendalikan laju kasus Covid-19 yang makin tak terkendali.
Baca juga: Potret Pilu Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 di TPU Rorotan: 3 Peti Ditumpuk dalam Satu Ambulans
Dia menjelaskan, di tingkat daerah, kebijakan reaktif dan insidental seperti pelarangan mudik dan pembatasan mobilitas realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan.
Ia menilai, dalam skala kewilayahan, pemerintah daerah sangat terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan yang dimaksud.
Tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, kata Bima, maka akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga.
"Saya kira pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat, mungkin tidak dipukul rata secara nasional tapi bisa diberlakukan sesuai kedaruratan wilayahnya," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.