TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - "Saya percaya Covid-19 itu ada. Karena saya melihat sendiri kejadiannya," demikian Muwardi (49) membuka cerita dari pengalamannya, Selasa (29/6/2021).
"Mungkin orang enggak percaya karena belum melihat secara langsung," imbuh dia.
Kalimat itu diucapkan Muwardi di sela waktu istirahatnya sebagai seorang sopir ambulans di Tangerang Selatan.
Kala itu Muwardi baru saja mengantarkan jenazah untuk dimakamkan dengan prosedur Covid-19 di TPU Jombang, Ciputat.
Baca juga: Pemakaman dengan Protap Covid-19 Tembus 1.001, TPU Jombang Siapkan Lahan Baru
Beberapa jam sebelumnya Muwardi menjemput pasien Covid-19 yang meninggal dunia di kawasan Kedaung. Ini adalah jenazah ketiga yang diantarkannya menuju peristirahatan terakhir di TPU Jombang, pada hari yang sama.
Rasa cemas akan bahaya penularan virus corona (SARS-CoV-2) pun menghantui Muwardi setiap kali dia mengantar dan menjemput jenazah pasien Covid-19.
"Ini sudah tiga. (Jemput) dari rumah semua. Ya karena saking banyaknya, saya sedih juga. Gimana kalau ini terjadi sama keluarga kita juga," ucap Muwardi.
Warga Serpong ini sudah lebih dari tiga tahun berprofesi sebagai sopir ambulans. Mengantar dan menjemput pasien ataupun orang yang meninggal dunia sudah jadi rutinitasnya setiap hari.
Baca juga: Potret Pilu Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 di TPU Rorotan: 3 Peti Ditumpuk dalam Satu Ambulans
Namun, setahun belakangan menjadi masa terberat bagi Muwardi selama bekerja sebagai seorang sopir ambulans.
Sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumukan Presiden Joko Widodo pada Maret 2020, sejak saat itu pula Muwardi ditugaskan sebagai penjemput sekaligus pengantar jenazah pasien terkonfirmasi maupun diduga Covid-19.
"Saya sudah setahun lebih, sejak awal Covid-19. Tugasnya antar jemput jenazah, dari rumah sakit, dari rumah, pokoknya bentuknya jenazah saya ambil," kata Muwardi.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Tegal Alur Meninggal Saat Isolasi Mandiri, Polisi: Korban Punya Komorbid
Selama satu tahun terakhir pula, bapak tiga anak ini harus bekerja dari pagi hingga malam. Mengantar jenazah ke TPU Jombang guna dimakamkan dengan prosedur Covid-19.
Bahkan, kata Muwardi, sudah beberapa pekan terakhir dia harus lembur hingga tengah malam karena kasus kematian di wilayah Tangerang Selatan melonjak.
"Setiap hari antar jemput jenazah dari pagi sampai malam. Akhir-akhir ini lumayan banyak, sehari bisa empat sampai lima kali bolak-balik," ungkap Muwardi.
"Melonjak minggu-minggu ini," tegasnya.
Baca juga: Bekerja hingga Tengah Malam Urus Jenazah Pasien Covid-19, Sopir Ambulans: Masker Lepas, Cemas Saya
Banyaknya pasien meninggal dan harus dimakamkan dengan prosedur Covid-19 beberapa waktu belakangan ini tentu membuat Muwardi kewalahan.
Muwardi dan rekan-rekannya dalam sehari pernah mengantarkan 20 jenazah pasien terkait Covid-19 ke TPU Jombang. Mereka melakukannya secara bergantian, menggunakan empat mobil ambulans.
"Paling banyak pernah sampai 20, tapi dibagi-bagi. Ada juga yang diantar langsung sama rumah sakit," kata Muwardi.
Lelah semakin terasa, jika Muwardi mendapatkan tugas menjemput jenazah ber-KTP Tangerang Selatan di luar daerah untuk dimakamkan di TPU Jombang.
Baca juga: Cerita Sopir Ambulans Antar Jenazah Pasien Covid-19, Hendri: Pakai Hazmat, Takut Tetap Ada
"Paling jauh ke Banten, RSU Banten di Serang. Cuma dia KTP Tangerang Selatan. Mau di mana juga, kalau KTP sini dijemput. Ya lumayan kewalahan juga lah, tapi untungnya saya cuma jemput," kata Muwardi.
Menurut Muwardi, bekerja sebagai sopir ambulans jenazah di tengah pandemi Covid-19 lebih banyak mendatangkan rasa duka.
Tak jarang, Muwardi harus berada di tengah suasana duka dan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan pihak keluarga ketika menjemput jenazah.
Dia bercerita, pernah menjemput jenazah pasien Covid-19 yang anggota keluarganya sedang menjalani karantina. Alhasil, istri dari almarhum tak mengetahui kabar kematian suaminya
Sang anak dari pasien meninggal itu merahasiakan kabar duka tersebut, karena khawatir membuat kondisi kesehatan ibunya menurun.
"Yang meninggal bapaknya, ibunya lagi isolasi, yang antar anaknya. Itu enggak dikasih tau Ibunya kalau bapaknya meninggal, takut drop," tutur Muwardi.
Kondisi seperti itu membuat hati Muwardi hancur. Di tengah lelahnya fisik, rasa cemas dan khawatir pun menghantui Muwardi. Dia terbayang-bayang jika kasus kematian akibat Covid-19 serupa menimpa anggota keluarganya.
"Ya kasihan saja sama keluarga jenazah. Gimana kalau ini terjadi juga sama kita. Saya sudah setahun lebih kan berarti, alhamdulillah belum pernah kena (Covid-19). Jangan sampai kena lah," papar Muwardi.
Banyaknya pasien yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19 di tengah lonjakan kasus saat ini membuat Muwardi tentunya turut prihatin. Dia berpandangan bahwa penularan virus corona semakin parah karena masih banyak masyarakat yang tidak percaya Covid-19.
Muwardi pun secara tegas menyatakan bahwa bahaya Covid-19 itu benar adanya dan berharap masyarakat tak menyepelekan protokol kesehatan.
"Covid-19 itu ada. Jadi protokol kesehatan jangan disepelekan. Karena bukan hanya untuk (kesehatan) kita, tapi untuk keluarga, dan semuanya, untuk masyarakat lah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.