JAKARTA, KOMPAS.com - DKI Jakarta resmi menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat sesuai keputusan pemerintah pusat.
PPKM darurat diterapkan di Jawa dan Bali mulai 3-20 Juli 2021 untuk menekan laju penularan Covid-19.
Pasalnya, kasus Covid-19 kembali melonjak pasca-liburan Lebaran hingga menyebabkan sejumlah rumah sakit rujukan di Jakarta kolaps dan antrean pasien membludak.
Sebelum menerapkan PPKM darurat, DKI Jakarta telah berbagai macam kebijakan untuk menekan penambahan kasus Covid-19 mulai dari PSBB, PPKM, hingga PPKM mikro.
Baca juga: Jabodetabek Terapkan PPKM Darurat 3-20 Juli, Simak 15 Aturan Lengkapnya
Terakhir, Jakarta memberlakukan PPKM mikro terhitung dari 22 Juni sampai 5 Juli 2021.
Di bawah ini Kompas.com merangkum perbedaan dan persamaan aturan antara PPKM darurat dan PPKM mikro.
Dalam dokumen resmi soal PPKM darurat, pemerintah mewajibkan 100 persen work from home untuk sektor non-esensial.
Untuk sektor esensial, diberlakukan maksimal 50 persen work from office dengan protokol kesehatan ketat, sedangkan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen work from office dengan protokol kesehatan ketat.
Sektor esensial mencakup keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.
Sementara, sektor krtikal mencakup adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
Baca juga: Selama PPKM Darurat, Jakarta Ditargetkan Lakukan 120.000 Test per Hari