JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, estimasi kasus Covid-19 di Ibu Kota empat kali lebih besar dari angka kasus yang terkonfirmasi saat ini.
"Di DKI walaupun baru 500.000-an kasus (terkonfirmasi), sebenarnya estimasinya itu sudah sekitar 2 juta atau 3 juta kasus, artinya sudah 20-30 persen penduduk," kata Ngabila dalam acara webinar, Minggu (4/7/2021).
Data per tanggal 3 Juli 2021, angka kumulatif kasus Covid-19 terkonfirmasi di Jakarta mencapai 570.110 kasus.
Baca juga: Bandara Soekarno-Hatta Gelar Vaksinasi di Terminal 2 dan 3 Khusus Penumpang
Ngabila menyebut, kondisi saat ini seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja.
Padahal DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah testing terbanyak di Indonesia.
"Kita kenal dengan namanya fenomena gunung es kalau ini gunung, yang keliatan cuma atasnya doang, kasus Covid-19 yang di bawahnya ini nggak keliatan," kata dia.
Kondisi ini diperparah dengan fenomena yang disebut pingpong. Fenomena ini disebut pingpong karena memiliki pola yang membuat pandemi terus terjadi di DKI Jakarta.
Orang-orang yang terpapar di Jakarta pergi keluar daerah dan memaparkan Covid-19 di suatu daerah.
Kemudian setelah pandemi di Jakarta berkurang, orang yang tadinya di daerah yang terpapar Covid-19 kembali membawa penyakit ke Jakarta.
"Jadi nggak selesai-selesai seperti (bermain) pingpong," kata Ngabila.
Baca juga: Anies: Pemakaman Prosedur Covid-19 Meningkat Signifikan dalam Sepekan Terakhir
Itulah sebabnya diperlukan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang membatasi pergerakan orang keluar masuk Jakarta.
Selain untuk mencegah fenomena pingpong, Ngabila bertutur, pembatasan juga diperlukan untuk memaksimalkan deteksi dini keterpaparan Covid-19.
Jika manusianya tidak bergerak, maka penyebaran Covid-19 bisa ditekan dan orang-orang yang terpapar bisa lebih cepat terdeteksi.
Selain itu, kata Ngabila, masyarakat harus mendukung dengan menjalankan protokol kesehatan 5M (menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, menghindar kerumunan dan mengurangi mobilitas) plus vaksinasi.
"Saat ini 5M plus vaksinasi adalah harga mati," ucap Ngabila.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengatakan, meski secara data terlihat masih ada kapasitas rumah sakit, namun kenyataannya banyak warga yang tidak mendapat tempat untuk perawatan Covid-19.
"Sekarang pun warga banyak warga yang tidak mendapatkan tempat (perawatan), menunggu, mengantre di ICU, kita menyaksikan betapa tantangan ini nyata," kata Anies.
Baca juga: RS di Jakarta Kolaps, Anies: Banyak Warga Tidak Dapat Tempat Perawatan Covid-19
Anies bertutur, Pemprov DKI Jakarta sudah berusaha semaksimal mungkin menambah kapasitas tempat tidur perawatan pasien Covid-19.
Pada awal Juni 2021, jumlah tempat tidur perawatan pasien Covid-19 berada di angka 6.500 dengan tingkat keterisian di bawah 50 persen.
Namun pada pertengahan Juni, kata Anies, kondisi rumah sakit di Jakarta mulai mengkhawatirkan.
"Tanggal 13 Juni, Pemprov, Polda Metro Jaya, Kodam Jaya mengadakan apel siaga di lapangan Blok S, malam hari itu kita kirimkan pesan pada semua Jakarta berpotensi memasuki fase genting," tutur Anies.
Saat apel tersebut juga, Anies meminta masyarakat untuk mengurangi aktivitas, karena tingkat keterisian tempat tidur di Jakarta saat itu sudah di atas 80 persen.
"Rakyat dikabarkan untuk hati-hati, mengurangi kegiatan, di sisi lain kami meningkatkan kemampuan rumah sakit," ujar Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.