Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Ungkap Anies Baswedan Usul Pengetatan sejak Akhir Mei, tapi Ditolak

Kompas.com - 05/07/2021, 12:57 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengungkapkan bahwa usul untuk pengetatan pembatasan guna mencegah penularan Covid-19 sudah diusulkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sejak akhir Mei lalu.

Usul itu disampaikan Anies ke pemerintah pusat setelah mendapat masukan mengenai potensi lonjakan kasus dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

"Akhir Mei setelah mendengarkan masukan Tim Pandemi @fkmui tentang potensial lonjakan yang dapat terjadi, @aniesbaswedan segera usulkan ke pemerintah pusat agar segera dilakukan pengetatan maksimal Jawa-Bali," tulis Pandu Riono dalam akun Twitter @drpriono1, yang dikutip pada Senin (5/7/2021).

Baca juga: Alarm Kembali Berbunyi, Jakarta Kini Darurat Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19

Namun, usulan tersebut ditolak oleh pemerintah pusat dengan alasan bahwa pengetatan bisa berdampak pada perekonomian. Pandu menilai, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN) lebih mementingkan ekonomi ketimbang kesehatan masyarakat.

"Tak diterima, karena isu ekonomi. Ada KPC-PEN, tapi yg terpikir hanya PEN," kata dia.

Pada akhirnya, pemerintah pusat baru menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat mulai 3 Juli lalu, dan berlaku sampai 20 Juli.

Baca juga: Macet Parah saat PPKM Darurat di Kalimalang, Pangdam Jaya: Banyak Perusahaan Tak Patuhi WFH!

Ada sejumlah pengetatan yang dilakukan lewat kebijakan itu seperti mall dan pusat perbelanjaan ditutup, bekerja dari rumah 100 persen untuk sektor non esensial, serta lainnya.

Namun, Pandu menilai, PPKM darurat ini memang sesuai dengan namanya, yakni baru diterapkan saat darurat dimana rumah sakit sudah kolaps dan korban banyak berjatuhan.

"Mindset-nya memadamkan kebakaran bukan mencegah kebakaran," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin pagi.

Baca juga: Simak Syarat dan Cara Daftar Surat Khusus bagi Pekerja di Jakarta Selama PPKM Darurat

Lonjakan Covid-19 Multifaktor

Hampir di banyak daerah di Indonesia, lonjakan kasus Covis-19 terjadi. Beberapa hari belakangan ini, penambahan kasus harian bahkan selalu mencapai rekor tertinggi.

Apa yang menyebabkan lonjakan Covid-19 begitu dahsyat dan cepatnya terjadi di Indonesia?

Faktornya memang bukan hanya satu. Tak cuma pula melulu urusan pemerintah. Semua warga turut menyumban peranan dalam mengatasi pandemi ini.

Epidemiologi Undip, Suharyo Hadisaputro mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya lonjakan Covid-19 di akhir-akhir ini.

Baca juga: Aturan PPKM Darurat: Dokumen Wajib yang Perlu Dibawa untuk Keluar Masuk Jakarta

 

Hal pertama, kata dia, masyarakat tidak sepenuhnya melakukan kegiatan untuk memenuhi protokol kesehatan, sehingga penularan virus semakin cepat.

Kedua, varian Delta terjadi akhir-akhir ini sudah terkonfirmasi 382 kasus yang diduga cara penyebarannya lebih masif dibanding varian virus lama seperti, Alfa, Beta, dan Gama.

Halaman:


Terkini Lainnya

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com